Edukasippkn.com
- Untuk mengetahui hakikat pendidikan kewarganegaan kita harus menelusuri
perkembangan mata pelajaran tersebut di dalam kurikulum pendidikan yang pernah
berlaku di Indonesia sejak Indonesia merdeka. Di dalam kurikulum 1946,
kurikulum 1957 dan kurikulum 1961 tidak ditemukan adanya mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan. Pada kurikulum 1946 dan kurikulum 1957 materi yang
ada dikemas dan dimasukkan ke dalam mata pelajaran ilmu pengetahuan umum untuk
jenjang SD dan mata pelajaran Tata Negara di SMP dan SMA. Mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) baru dikenal pada kurikulum 1968. Ruang
lingkup materinya mencakup Sejarah Indonesia, Geografi, dan Civics sebagai pengetahuan Kewargaan Negara.
Materi ini diperuntukan pada jenjang Sekolah Dasar. Materi yang ada pada
jenjang SMP meliputi Sejarah Indonesia dan Tata Negara. Sedangkan pada jenjang
SMA materi PKN lebih banyak berisikan materi UUD 1945. Pada jenjang pendidikan
SPG yang menggunakan kurikulum 1969, mata pelajaran PKN mencakup Sejarah
Indonesia, UUD, Kemasyarakatan dan Hak Asasi Manusia (HAM).
Dalam
perkembangannya di dalam kurikulum sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) 1973 ada mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan ada
Pengetahuan Kewargaan Negara. Melalui kurikulum PPSP pada jenjang SD 8 tahun,
diperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara/Studi Sosial yang di
dalamnya berisikan tentang materi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sedangkan pada
jenjang Sekolah Menengah 4 tahun, diberikan mata pelajaran Studi Sosial Terpadu
dan mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) dan Civics dan Hukum khusus bagi yang mengambil jurusan sosial.
Selama
ini apabila dicermati ada dua wacana berbeda yang berkembang yang perlu
mendapat penjelasan. Ada istilah kewarganegaraan dan kewargaan negara.
Soemantri (1967) mengatakan bahwa istilah kewarganegaraan digunakan dalam
perundangan mengenai status formal warga negara dalam suatu negara, seperti
misalnya tentang perolehan status dan kehilangan status warga negara Indonesia
sebagaimana di atur dalam Undang Undang No. 12 tahun 2006. Sementara istilah
kewargaan negara merupakan terjemahan dari istilah “Civics” yaitu merupakan mata pelajaran ilmu sosial yang bertujuan
membina dan mengembangkan anak didik agar menjadi warga negara yang baik (good citizen). Warga Negara yang baik di
sini dimaksudkan adalah warga negara yang tahu (memiliki pengetahuan), mau (sikap),
dan mampu (keterampilan) melaksanakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sehari-hari. Atau dengan kata lain warga negara yang baik adalah
warga negara yang tahu, sadar dan mampu melaksanakan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara.
Secara
historis pada kurikulum 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) diubah
menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Mata pelajaran PMP berisikan materi
pokok Pancasila sebagaimana yang dijabarkan di dalam Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P-4). Hal ini dilakukan untuk melaksanakan apa yang
diamanatkan oleh ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4. Pada saat itu mata
pelajaran PMP menjadi mata pelajaran wajib yang harus diberikan di tingkat SD,
SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Hal ini terus berlanjut dan tetap
dipertahankan baik istilah maupun isi/materinya sampai berlakunya kurikulum
1984.
Keluarnya
Undang Undang No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menggariskan adanya Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn)
di semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan berdampak pada perubahan
kurikulum. Untuk mengakomodasi perintah UU No. 2 tahun 1989 tersebut maka
dikeluarkan kurikulum 1994, yang di dalamnya memperkenalkan mata pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn).
Berbeda
dengan kurikulum 1975 dan 1984, kurikulum PPKn 1994 mengorganisasi materinya
tidak atas dasar rumusan butir-butir nilai P-4, tetapi atas dasar konsep nilai
yang disaripatikan dari P-4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan
menggunakan pendekatan spiral meluas (spiral of concep development).
Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila Pancasila dengan jabaran nilainya
untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam setiap kelas.
Sesuai dengan Garis Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang ditetapkan MPR
berdasarkan TAP No. II/MPR/1998 yang menentukan bahwa Pendidikan Pancasila
mencakup pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4),
Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa serta
unsur-unsur yang dapat mengembangkan jiwa, semangat dan nilai-nilai kejuangan
khususnya nilai-nilai 45 kepada generasi muda. Hal ini menunjukkan bahwa di
dalam Pendidikan Pancasila memuat pendidikan ideologi, pendidikan nilai dan
moral, serta pendidikan kejuangan.
Sejak
berlakunya Undang Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional sebagai pengganti Undang Undang No. 2 tahun 1989, pasal 37 ayat (2)
menetapkan kurikulum pada pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi harus memuat pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa.
Dengan demikian pendidikan Pancasila tidak lagi diberikan secara sendiri, namun
berubah namanya menjadi pendidikan kewarganegaraan yang di dalamnya berisikan pendidikan
nilai dan moral yang bersumber pada Pancasila. Adapun tujuan diberikannya
Pendidikan Kewarganegaraan adalah dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal ini
seiring dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang tertuang di dalam Undang
Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) yakni untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan dan mewujudkan tujuan berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi warga negara yang demoktratis dan bertanggung jawab. Secara
substanstif pendidikan kewarganegaraan sebagaimana yang ada dalam undang undang
SISDIKNAS dapat dipahami sebagai suatu mata pelajaran yang merupakan wahana
pedagogis untuk mengembangkan rasa atau intuisi kebangsaan dan cinta tanah air
atau patriotisme serta nilai kebajikan demokratis. Yang seringkali menjadi
persoalan dalam mencapai tujuan tersebut adalah di dalam merancang dan
melaksanakan pembelajaran mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang dapat
mengembangkan nilai-nilai Pancasila sebagaimana yang diharapkan.
Dari
uraian tersebut di atas kita dapat melihat cita-cita, konsep, nilai serta
prinsip yang secara konseptual tersurat dan tersirat di dalam dokumen-dokumen
resmi yang memuat pilar-pilar pendidikan nasional Indonesia terkait pendidikan
kewarganegaraan. Secara sederhana dapat dijabarkan sebagai berikut :
1)
Sejak
proklamasi 17 Agustus 1945 pendidikan nasional bertujuan untuk membentuk dan
membimbing perserta didik menjadi warga negara yang memiliki rasa tanggung
jawab. Tujuan pendidikan nasional ini dilakukan melalui mata pelajaran budi
pekerti
2)
Pada
tahun 1950 keluar Undang Undang Nomor 4 Tahun 1950 dirumuskan bahwa tujuan
pendidikan adalah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
3)
Pada
tahun 1954 keluar Undang Undang nomor 12 tahun 1954 tentang Dasar-Dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah yang menggariskan bahwa tujuan pendidikan
adalah “….untuk melahirkan warga negara sosialis, yang bertanggung jawab atas
terselenggaranya Masyarakat Sosialis Indonesia, adil dan makmur baik materiil
maupun spiritual dan yang berjiwa Pancasila…..”.
4)
Pada
tahun 1975/1976 dikeluarkan kurikulum 1975 yang menggariskan diberikan mata
pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah-sekolah. Visi dan misi
diemban mata pelajaran PMP ini adalah nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
5)
Pada
tahun 1984 ada perkembangan baru di dalam ketetanegaraan di mana MPR mengeluarkan
ketetapan No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P-4) atau Eka Prastya Pancakarsa. Dengan dikeluarnya ketetapan MPR tersebut,
pemerintah melalui menteri Pendidikan mengakomodirnya dengan mengeluarkan
kurikulum pendidikan 1984. Visi dan misi kurikulum 1984 sama dengan visi misi
kurikulum 1975, hanya saja muatan materi pembelajarannya berbeda. Muatan materi
pembelajaran pada kurikulum 1984 adalah butir-butir P-4 yang meliputi 36 butir.
6)
Pada
tahun 1989 keluar Undang Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Di dalam UU No. 2 tahun 1989 tersebut mengatur tentang mewajiban pada
kurikulum yang ada di setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan untuk memuat
mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan demikian mata pelajaran PMP
berubah nama menjadi pendidikan kewarganegaraan (PKn). Pada mapel PKn
pembelajaran yang dilaksanakan dapat mengembangkan kebijaksanaan warganegara (civic virtue) dan pembudayaan/pembiasaan
keterampilan (civic culture) di dalam
kehidupan sehari-hari secara demokrasi.
7)
Pada
tahun 1994 keluar kurikulum baru yakni kurikulum 1994 di mana Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) sebagaimana kurikulum 1989 berubah lagi menjadi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Pada kurikulum 1994 ini
meskipun kajian PPKn sama dengan kajian kurikulum 1989, tetapi karakteristik
kurikulernya berbeda. Hal ini dapat dilihat dari kurikulum 1994 sangat kental
dengan Pendidikan Moral Pancasila yang di dalamnya didominasi oleh suatu proses
pengembangan nilai serta desiminasi pengetahuan. Hal ini berlanjut sampai saat
ini walau dengan berbagai perbaikan dan penyempurnaan.
Dari
perkembangan kurikulum sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, kita
memperolah gambaran dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan pada
hakikatnya merupakan pendidikan yang diberikan dalam rangka membentuk karakter
warga negara yang baik (to be good
Citizenship). Karakter warga negara yang baik yang dimaksudkan dalam hal
ini adalah karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila baik sebagai dasar
negara maupun sebagai pandangan hidup bangsa.
Begitu
penting peranan yang dimiliki PKn dalam proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik, maka pembelajaran PKn di sekolah perlu dikembangkan sebagai
pusat pengembangan wawasan, sikap dan keterampilan hidup dan kehidupan yang
demokratis. Semua ini dilakukan dalam rangka membangun kehidupan demokrasi
sebagaimana yang diinginkan. Untuk itu sekolah harus dapat menjadi wahana
pendidikan untuk mempersiapkan warga negara yang demokratis melalui : (a)
pengembangan kecerdasan yang meliputi kecerdasan spiritual (SQ), kecerdasan
emosional (EQ), kecerdasan rasional (IQ) dan kecerdasan moral (MQ), (b)
membentuk sikap kemauan, serta (c) melatih keterampilan untuk mampu
berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
0 Response to "Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan / PPKn"
Posting Komentar