Edukasippkn.com
- Di dalam organisai Negara di atur tenang bentuk Negara dan system pemerintahan
termasuk di dalamnya mengatur tentang alat-alat kelengkapan negara. Di dalam
UUD 1945 hasil amandemen (UUD Negara RI Tahun 1945) sebagai berikut : Pertama ,
kekuasaan Legislatif yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri
atas : (a) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan (b) Dewan Perwakilan Daerah
(DPD); Kedua, Kekuasaan Pemerintahan Negara (Eksekutif) yaitu Preseiden dan
Wakil Presiden; Ketiga, Kekuasaan kehakiman (Yudisial) yaitu : (a) Mahkamah
Agung (MA), dan (b) Mahkamah Konstitusi (MK); Keempat, Kekuasaan Eksaminatif
(Inspektif) yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK, dan Kelima,Lembaga Negara
bantu ( the state auxiliary body) yaitu Komisi Yudisial (KY).
1. Kedudukan dan
Fungsi Lembaga Negara
Lembaga
Negara dikelompokan menjadi tiga, yakni (a) lembaga negara yang ditentukan
dalam UUD, (b) lembaga Negara yang ditentukan dalam Undang Undang, dan (c)
lembaga Negara yang ditentukan dalam keputusan Presiden.
2. Kedudukan dan
Fungsi Lembaga Negara Utama dan Lembaga Negara Bantu
UUD
1945 dengan jelas membebedakan cabang-cabang kekuasaan Negara ke dalam tiga
cabang kekuasaan yang ada (legislatif, eksekutif dan yudikatif) yang tercermin
dalam fungsi-fungsi yang dimiliki MPR, DPR dan DPD, Presiden dan Wakil Presiden
serta MA, BPK dan MK sebagai lembaga Negara yang utama. Lembaga-lembaga Negara
yang dimaksud itulah secara instrumental mencerminkan pelembagaan fungsi-fungsi
kekuasaan Negara yang utama. Sehingga dengan demikian disebut sebagai lembaga
Negara utama, yang di dalam melakukan hubungan satu dengan yang lain secara
checks and balance.
Selain
lembaga negara utama atau disebut juga dengan lembaga tinggi negara seperti
tersebut di atas, di dalam UUD 1945 juga di atur adanya lembaga-lembaga Negara
yang bersifat konstitusional lainnya. Seperti : Komisi Yudisial, Kepolisian
Negara, Tenara Nasional Indonesia, dan sebagainya. Pengaturan lembaga-lembaga
negara tersebut tidak dengan sendirinya mengakibatkan lembaga yang bersangkutan
dalam pengertian lembaga Negara utama atau sebagai lembaga tinggi Negara. Hal
ini disebabkan lembaga Negara tersebut tidak menjalankan salah satu fungsi
utama kekuasaan sebagaimana yang secara universal dipahami, yaitu :
legislative, eksekutif dan yudikatif. Lembaga-lembaga Negara tersebut hanya
bertugas melayani (Lembaga Negara yang melayani). Meskipun demikian, tidak
diperbolehkan membandingkan derajat suatu lembaga Negara dari aspek diatur atau
tidaknya lembaga tersebut di dalam UUD. Sebagai contoh : diaturnya lembaga
kopolisian Negara dan tidak diaturnya Kejaksaan Agung di dalam UUD 1945 tidak
berarti bahwa kedudukan kepolisian Negara lebih tinggi dari kedudukan Kejaksaan
Agung.
UUD
1945 mengatur lembaga negara yang melayani (auxiliary body), hanya satu lembaga
Negara yaitu Komisi Yudisial (KY), namun di luar UUD 1945 lembaga-lembaga ini
berkembang dengan pesatnya. Komisi Negara dapat dibedakan menjadi dua : (1)
komisi Negara independen, yaitu organ Negara yang diidealkan independen dan
berada di luar kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif; (2) komisi
Negara biasa, yaitu komisi Negara yang merupakan bagian dari cabang kekuasaan
eksekutif namun tidak memiliki peran yang begitu penting.
Di
Indonesia sampai saat ini sudah lebih dari 50-an lembaga Negara bantu tebentuk.
Diprediksi di masa yang akan datang jumlahnya semakin bertambah. Pembentukan
lembaga bantu ini didasarkan pada landasan yuridis yang berbeda. Ada yang
dibentuk berdasarkan UUD 1945, seperti : Komisi Pemilihan Umum (KPU); ada yang
terbentuknya didasarkan pada undang undang, seperti : Komisi
Penyiaran
Indonesia (KPI), Badan Perlindungan Konsumen (BPK); dan ada yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres), seperti : Komisi Ombudsman Nasional (
KON).
B. Lembaga Perwakilan
Rakyat (Legislatif)
Secara
teori struktur organisasi perwakilan rakyat terdiri dari dua bentuk, yaitu
lembaga perwakila rakyat satu kama (unicameral) dan lembaga perwakilan rakyat
dua kamar (bicameral).
Sistem
bicameral banyak di anut oleh Negara-negara liberal, antara lain : Inggris,
Amerika Serikat. Sementara sistem unicameral lebih banyak dianut oleh
negara-negara komunis, antara lain : Soviet.
Di
Inggris lembaga perwakilan rakyat terdiri dari dua kamar, yaitu Majelis Tinggi
(The House of Lord) dan Majelis Rendah (The House of Commond). Di Amerika
Serikat lembaga perwakilan rakyat yang disebut Konggres terdiri dari : Majelis
Tinggi (Senat) dan Majelis Rendah (House of Representatif).
Indonesia
menganut sistem yang mana? UUD 1945 sebelum di amandemen menganut sistem
unicameral. MPR yang menempati posisi sebagai lembaga tertinggi Negara memiliki
kekuasaan luar biasa. Kekuasaan yang ada di tangan MPR kemudian dibagi-bagikan
kepada lembaga-lembaga tinggi Negara. Akibatnya yang terjadi adalah ketimpangan
dalam ketatanegaraan, sehingga eksistensi kekuasaan lembaga pada bidang
legislative, eksekutif dan yudikatif seolah-olah hanya formalitas alias semu.
Pada
UUD 1945 pasca amandemen menempatkan MPR tidak lagi sebagai lembaga tertinggi
Negara, tetapi hanya sebagai lembaga tinggi Negara yang kedudukannya sama
dengan lembaga Negara tinggi lainnya. Dengan dikembalikannya kelembagaan Negara
sesuai dengan proporsinya, mkaka berubahlah sistem perwakilan rakyat dari
sistem uni cameral ke arah sistem bicameral. Keanggotaan MPR terdiri dari
anggota DPR dan anggota DPD.
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga yang unik. Hal ini disebabkan
tidak dapat ditemukan di Negara manapun di dunia ini, oleh karena : di samping
sebagai lembaga tertinggi Negara yang memiliki wewenang yang luar biasa
(sebagai pelaksana kedaulatan rakya), juga karena di dalam memilih anggotanya
yaitu sebagian anggota dengan cara peangkatan.
Setelah
UUD 1945 di amandemen, MPR bukan lagi pelaksana kedaulatan rakyat sehingga MPR
tidak lagi sebagai lembaga tertinggi Negara. Hilangnya predikat MPR sebagai
pelaksana kedaulatan rakyat, diikuti dengan mengamandemen pasal 2 ayat (1) yang
berbunyi : MPR terdiri dari anggota-anggota DPR dan anggota DPD yang kesemuanya
dipilih melalui pemilu. Implikasi dari perubahan pada pasal 1 ayat (2) dan
pasal 2 ayat (1) adalah : pertama, menempatkan kembali MPR dari lembaga
tertinggi Negara menjadi gabungan antara DPR dan DPD; kedua, berkurangnya
wewenang yang dimiliki MPR. Semula wewenang yang dimiliki MPR termasuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden dan juga menetapkan Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Namun dengan dilakukan amandemen UUD 1945, wewenang MPR hanya
menetapkan dan mengubah UUD, melantik Presiden dan/atau wakil Presiden, memilih
Presiden dan wakil Presiden apabila Presiden dan wakil Presiden terpilih
melalui pemilu berhalangan tetap.
a.
Kedudukan MPR
Berdasarkan
Undang Undang Nomor 27 tahun 2009 jo. Undang Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang
MPR,DPR,DPD dan DPRD (MD3) ditentukan bahwa MPR adalah lembaga tinggi Negara
yang berkedudukan di ibu kota Negara. Artinya MPR merupakan lembaga tinggi
Negara yang berkdudukan sama dengan lembaga tinggi Negara lain, seperti : DPR,
DPD, MK dan sebagainya.
b.
Tugas dan Wewenang
Perubahan
yang terjadi terhadap kedudukan MPR berdampak pada tugas dan wewenangnya. MPR
tidak lagi memilih Presiden dan wakil, namun Presiden dan wakil Presiden
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu. Secara lengkap dan jelas,
tugas dan wewenang sebagaimana diatur di dalam pasal 3 UUD Negara RI Tahun 1945
sebagai berikut :
1)
Mengubah
dan menetapkan Undang Undang Dasar
2)
Melantik
Presiden dan /atau wakil Presiden
3)
Memberhentikan
Presiden dan/atau wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang Undang
Dasar
Berdasarkan
undang undang nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 ditentukan bahwa MPR bertugas
untuk:
1)
memasyarakatkan
ketetapan MPR;
2)
memasyarakatkan
Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
3)
mengkaji
sistem ketatanegaraan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta pelaksanaannya; dan
4)
menyerap
aspirasi masyarakat berkaitan dengan pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR)
Sebelun
amendemen UUD 1945, DPR (sebagai lembaga tinggi Negara) berkedudukan di bawah
MPR (sebagai lembaga tertinggi Negara). DPR memiliki kedudukan yang kuat,
maksudnya DPR tidak dapat dibubarkan Presiden. DPR juga dapat melakukan
pengawasan terhadap tindakan pemerintah. DPR dapat mengundang semua anggota MPR
untuk menyelenggarakan siding istimewa, bilaman DPR menganggap Presiden
melakukan pelanggaran terhadap haluan Negara sesuai yang ditetapkan di dalam
UUD 1945. DPR memiliki fungsi : 1) legislasi, yakni fungsi untuk mengajukan
rancangan undang undang (RUU) dan juga menetapkan undang undang; 2) anggaran,
yaitu menetapakan anggaran Negara melalui APBN; dan 3) pengawasan, yaitu
melakukan pengawasan terhadap pelaksaan pemerintahan.
Setelah
amandemen, tugas dan wewenang DPR berubah. DPR memiliki wewenang untuk
menetapkan undang undang, yang sebelumnya dimiliki oleh Presiden. Setelah
amandemen Presiden hanya berhak mengajukan rancangan undang undang. Dengan
dilakukan amandemen UUD 1945 dominasi yang dimiliki Presiden dalam menetapkan
undang undang berpindah kepada DPR sebagai lembaga legislative. Hal ini cukup
penting artinya mengingat semua produk hukum yang terkait dengan
rumusan-rumusan normative yang terdapat di dalam undang-undang ditetapkan
melalui undang-undang.
a.
Kedudukan dan fungsi DPR
Pada
rezim Orde Baru, Peranan yang dimiliki DPR kurang memadai, karena DPR tidak
pernah mengajukan usul dan hanya bertindak sebagai lembaga yang menyetujui atau
lembaga stempel. Pengisian anggota DPR sebagian dilakukan melalui penggangkatan
bukan dipilih, seperti anggota DPR dari fraksi ABRI. Hal ini dinyatakan di
dalam undang undang nomor 5 tahun 1975 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR
bahwa : DPR terdiri atas : (1) anggota partai politik hasil Pemilihan Umum; dan
(2) anggota ABRI yang diangkat. Namun setelah dilakukan amandemen UUD 1945,
pengisian anggota DPR semuanya dipilih melalui pemilihan umum. Seperti yang di
atur di dalam pasal 67 Undang Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 ditentukan
bahwa anggota DPR terdiri dari anggota partai politik peserta pemilu yang
dipilih melalui Pemilu.
DPR
memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Ketentuan ini
diatur pada pasal 20A ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 dan lebih lanjut diatur
di dalam UU No. 17 tahun 2014 pasal 69, yaitu :
Fungsi
legislasi, adalah fungsi untuk membentuk undang undang yang dibahas dengan
presiden untuk mendapat persetujuan bersama;
Fungsi
anggaran, adalah fungsi untuk menyusun dan menetapkan anggaran pendapatan dan belanja
Negara (APBN) bersama dengan presiden dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Fungsi
pengawasan, yaitu fungsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang
undang dan kebijakan pemerintah lainnya.
b.
Tugas dan wewenang
Seperti
yang telah diuraikan di atas, dengan diamandemenkannya UUD 1945 DPR diposisikan
sebagai lembaga legislasi yang sebelumnya dipegang presiden. Dengan begitu DPR
memiliki kedudukan yang sangat strategis yaitu sebagain penentu arah kebijakan
kenegaraan. Tugas dan wewenang DPR memiliki yang cukup dominan, seperti :
(1)
DPR
memiliki kekuasaan membentuk undang undang
(2)
Setiap
rancangn undang undang (RUU) di bahas oleh DPR dan Presiden untuk memperoleh
persetujuan bersama
(3)
Jika
RUU tidak mendapat persetujuan bersama, RUU tidak boleh diajukan lagi dalam
persidangan DPR masa itu,
(4)
Presiden
mengesahkan RUU yang telah disetujui berama untuk menjadi undang undang
(5)
Dalam
hal RUU yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan presiden dalam
waktu tiga puluh hari sejak RUU itu disetujui, RUU tersebut sah menjadi UU dan
wajib diundangkan.
Selain
wewenang tersebut di atas, DPR juga diberi kewenangan untuk memberikan
persetujuan yang berkaitan dengan hal-hal sebagi berikut :
(1)
Menyatakan
perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan Negara lain
(2)
Membuat
perjanjian internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat
(3)
Menetapkan
peraturan pemerintah pengganti undang undang menjadi undang undang
(4)
Pengangkatan
hakim Agung
(5)
Pengangkatan
dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial
Di
dalam UUD Negara RI Tahun 1945 juga ditentukan bahwa DPR dapat memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam hal :
(1)
Pengangkatan
duta
(2)
Menerima
penempatan duta negara lain
(3)
Pemberian
amnesti dan abolisi
Kewenangan
yang dimiliki DPR sebagai wakil rakyat menjadi semakin komplit dengan diberikan
kewenangan untuk mengisi jabatan-jabatan strategis kenegaraan, seperti :
(1)
Memilih
anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(2)
Menentukan
tiga dari Sembilan orang hakim konstitusi
(3)
Menjadi
institusi yang paling menentukan dalam proses pengisian lembaga non-negara,
seperti : Komisi Naional HAM, Komisi Pemilu, dan lainnya.
c.
Hak-hak DPR
Di
dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang dimiliki, DPR diberikan hak-hak :
1.
Hak
interpelasi, adalah hak yang dimiliki DPR untuk meminta keterangan kepada
pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah yang penting dan strategis
serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
2.
Hak
angket, adalah hak DPR untuk melakukan prnyelidikan terhadap kebijakan yang
penting dan strategis serta berdampak luas bagi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara yang diduga menyimpang atau bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan.
3.
Hak
menyatakan pendapat, yaitu hak DPR untuk menyatakan pendapat setuju atau tidak
setuju terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kebijakan luar biasa yang
terjadi di tanah air dan tindak lanjut dari hak interpelasi dan hak angket
serta dugaan adanya dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan
pelanggaran hukum.
3. Dewan Perwakilan
Daerah (DPD)
Perubahan
yang terjadi sebagai akibat dilakukan amandemen UUD 1945 adalah dibentuknya
lembaga legislatif baru yang bernama DPD. Lembaga ini diadakan dengan maksud
agar mekanisme check and balance dapat berjalan secara seimbang, terutama
terkait dengan kebijakan pusat dan daerah. Menurut Ramelan Surbakti beberapa
pertimbangan Indonesia untuk membentuk DPD, antara lain : (a) distribusi atau
penyebaran penduduk yang timpang atau tidak merata, terkonsentrasi di pulau
Jawa dan Bali, (b) sejarah ketatanegaraan Indonesia menunjukkan aspirasi
kedaerahan sangat nyata dan mempunyai basis materiil yang sangat kuat, yaitu
adanya pluralisme daerah otonom, seperti : daerah istimewa dan istimewa khusus.
a.
Susunan dan kedudukan
Keanggotaan
DPD diatur di dalam UUD Negara RI Tahun 1945 pasal 22 C, yang bunyinya :
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Artinya cara
pengisian anggota DPD semuanya dipilih melalui pemilu. Lebih lanjut keanggotaan
DPD ini diatur melalui UU No. 17 tahun 2014 tentang MD3. Pasal 252 UU tentang
MD3 tersebut mengatur antara lain :
(1)
Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak 4 (empat) orang.
(2)
Jumlah anggota DPD tidak lebih dari 1/3 (satu per tiga) jumlah anggota DPR.
Kedudukan
DPD sebagai lembaga Negara ditentukan dalam l Pasal 247 yang bunyinya :
“DPD
merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga Negara”
b.
Tugas dan wewenang
UUD
Negara RI Tahun 1945 pasal 22D sebagai berikut : (1) DPD dapat mengajukan
kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
dan daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan
perimbangan keuangan pusat dan daerah; (2) DPD ikut membahas rancangan UU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
pembentukan dan pemekaran daerah serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber
daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan perimbangan keuangan
pusat dan daerah, serta DPD dapat memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN
dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama; dan (3) DPD dapat
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang undang mengenai : otonomi
daerah, hubunan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran daerah serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, pelaksanaan APBN,pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan
pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
C.
Lembaga Pemerintahan Negara (Eksekutif).
Pemerintahan
pada dasrnya memiliki dua pengertian yaitu : pertama, pemerintahan dalam arti
luas meliputi keseluruhan fungsi yang ada dalam Negara. Bila dikaitkan dengan
teori Trias Politika pemerintahan dalam arti luas yang dimaksud adalah meliputi
kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif; kedua, pemerintahan dalam arti
sempit yaitu pemerintahan yang hanya berkenaan dengan fungsi eksekutif.
Kekuasaan
eksekutif merupakan kekuasaan yang utamanya adalah melaksanakan undang undang
yang ditetapkan legislatif. Adapun kekuasaan eksekutif meliputi beberapa bidang
kekuasaan, seperti berikut :
1.
Kekuasaan
bidang administrasi, yaitu melaksanakan undang undang dan politik administrasi
2.
Kekuasaan
bidang legislative, yaitu mengajukan rancangan undang undang
3.
Kekuasaan
bidang yudikatif, yaitu memberi grasi dan amnesti
4.
Kekuasaan
bidang militer, yaitu kekuasaan mengenai angkatan perang dan urusan pertahanan
5.
Kekuasaan
bidang diplomatik, yaitu kekuasaan yang terkait dengan hubungan luar negeri
UUD
Negara RI Tahun 1945 menentukan bahwa kekuasaan eksekutif dilakukan oleh
Presiden. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (1) yaitu : “Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar”
Sementara pada ayat (2) ditentukan bahwa : “Dalam melaksanakan kewajibannya
Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden”
Presiden
Pengisian
jabatan Presiden dilakukan melalui pemilu. Sesuai ketentuan yang ada pada pasal
6A UUD Negara RI Tahun 1945 yang berbunyi : “Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan calon secara langsung oleh rakyat dalam suatu
pemilihan umum”. Sementara di dalam undang undang pemilu nomor 23 tahun 2003
ditentukan bahwa “Peserta pemilu Presiden dan Wakil Presiden adalah pasangan
calon yang diusulkan secara berpaangan oleh partai politik atau gabungan partai
politik”
a.
Kekuasaan, Wewenang dan Tugas Presiden
Indonesia
adalah sebagai sebuah negara yang menganut sistem pemerintahan presidensiil.
Dalam Negara yang menganut sistem presidensiil wewenang dan kekuasaan presiden
RI meliputi dua hal, yaitu : sebagai kepala negara dan sebagai kepala
pemerintahan. Dasar hukum bahwa Presiden sebagai kepala Negara dapat ditemukan
di dalam Penjelasan UUD 1945. Pada penjelasan pasal 10 sampai dengan pasal 15
disebutkan bahwa : “kekuasaan-kekuasaan presiden dalam pasal-pasal ini ialah
konsekuensi dari kedudukan presiden sebagai kepala Negara”.
Selain
itu sebagai kepala Negara, presiden juga memiliki tugas untuk melakukan
kegiatan-kegiatan serimonial dan protokoler kenegaraan. Sedangkan dasar hukum
presiden sebagai kepala pemerintahan dapat di lihat pada pasal 4 ayat (1) UUD
Negara RI tahun 1945 yang menentukan bahwa :”Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar” Wewenang dan
kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki tugas dan tanggung
jawab melaksanakan undang undang yang ditetapkan legislatif, yang dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab ini presiden dibantu seorang wakil
presiden.
Kekuasaan
yang dimiliki Presiden sesuai yang diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945 dapat
dikelompokan menjadi tiga , yaitu :
1)
Kekuasaan Presiden dalam bidang
eksekutif
Kekuasaan
presiden dalam bidang eksekutif meliputi :
(a)
Menetapkan
peraturan pemerintah untuk menjalankan undang undang
(b)
Mengangkat
dan memberhentikan menteri-menteri
2)
Kekuasaan Presiden dalam bidang
Legislatif
Kekuasaan
Presiden dalam bidang legislatif meliputi :
(a)
Kekuasaan
mengajukan rancangan undang undang kepada DPR
(b)
Menetapkan
peraturan pemerintah pengganti undang undang
(c)
Mengajujukan
RU APBN kepada DPR
3)
Kekuasaan Presiden sebagai kepala Negara
Sebagai
kepala Negara presiden memiliki tugas-tugas pokok sebagai berikut :
(a)
Memegang
kekuasaan tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut dan angkatan udara
(b)
Menyatakan
perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan Negara lain dengan persetujuan
DPR
(c)
Mengangkat
duta dan konsul serta menerima duta Negara lain
(d)
Memberi
grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi
(e)
Memberi
gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
(f)
Membentuk
dewan pertimbangan presiden
D. Lembaga Kehakiman
(Yudikatif)
Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Sebagai Negara hukum, maka
harus ada lembaga yang bebas dan merdeka dalam melaksanakan tugasnya di dalam
penegakan hukum. Sebagai wujud degara hukum, Indonesia telah membentuk lembaga
yang memegang kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun.
UUD
Negara RI Tahun 1945 mengatur tentang kekuasaan kehakiman, pada pasal 24
sebagai berikut:
Ayat
(1) : “kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan”;
Ayat
(2) : “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
Ayat
(3) : “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman di
atur dalam undang undang”
Kekuasaan
kehakiman lebih lanjut diatur dalam undang undang nomor 4 taun 2004.
Adapun
lembaga-lembaga yang memegang kekuasaan kehakiman yang dimaksud adalah :
1. Mahkamah Agung
(MA)
Mahkamah
Agung adalah sebuah badan Negara yang memiliki tugas melaksanakan kekuasaan
kehakiman, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun. Dalam kaitan ini, MA memiliki posisi strategis di bidang
hokum dan ketatanegaraan, yaitu :
a.
Menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan
b.
Mengadili
pada tingkat kasasi
c.
Menguji
peraturan perundang-undang di bawah undang undang
d.
Berbagai
kekuasaan atau kewenangan lain yang diberikan oleh undang undang
Susunan
keanggotaan Mahkamah Agung di atur dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 2004.
Dalam pasal 4,undang undang tersebut diatur bahwa : susunan MA terdiri atas
pimpinan, hakim anggota, panitera, dan seorang sekretaris. Di dalam UU No. 5
tahun 2004 juga ditentukan bahwa seluruh anggota hakim agung paling banyak enam
puluh.
Pimpinan
MA terdiri dari : seorang ketua dan dua orang wakil ketua (wakil ketua bidang
yudisial yang membawahi : ketua muda perdata, ketua muda tata usaha Negara dan
ketua muda militer dan wakil ketua bidang non-yudisial yang membawahi : ketua
muda pembinaan dan ketua muda pengawasan) dan beberapa ketua muda. Hakim-hakim
agung diangkat oleh Presiden dari nama-nama calon yang diusulkan oleh DPR.
Calon hakim agung dipilih DPR dari nama-nama calon yang diajukan oleh Komisi
Yudisial.
Tugas
dan wewenang MA
Sebagai
salah satu pemegang kekuasaan kehakiman, MA memiliki tugas dan kewenangan,
antara lain :
a.
Memeriksa
dan memutus permohonan kasasi, sengketa tentang kewenangan mengadili, dan
permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hokum tetap
b.
Memutus
permohonan kasasi terhadap putusan pengadilan tingkat banding atau tingkat
terakhir dari semua lingkungan peradilan
c.
Menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang undang terhadap undang undang
d.
Menyatakan
tidak sah peraturan perundang-undangan di bawah undang undang atas alas an
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau
pembentukannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku
e.
Melakukan
pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan
peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman
f.
Memutus
pada tingkat pertama dan terakhir semua sengketa tentang kewenangan mengadili
g.
Memberikan
pertimbangan hokum kepada Presiden dalam permohonan grasi dan rehabilitasi
2. Mahkamah
Konstitusi (MK)
Mahkamah
Konstitusi (MK) adalah sebuah lembaga Negara baru yang dibentuk setelah UUD
1945 mengalami amandemen, yang memili tugas : pertama, mengawal konstitusi;
kedua, mendorong dan menjamin agar konstitusi dihormati dan dilaksanakan;
ketiga, memiliki peran untuk menafsirkan konstitusi sehingga dapat menjadi
spirit di dalam kondisi melemahnya pelaksanaan konstitusi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Fungsi
utama MK adalah mengawal konstitusi agar dilaksanakan denga konsisten dan
menafsirkan konstitusi. Ketentuan khusus tentang MK di atur di dalam pasal 24C
UUD Negara RI.
Susunan
MK terdiri dari tiga pranata/institusi, yakni : hakim konstitusi, sekretariat
jenderal, dan kepaniteraan. Sebagaimana diatur dalam pasal 7 UU No. 24 tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan : “untuk kelancaran pelaksanaan
tugas dan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi dibantu oleh sebuah sekretariat
jenderal dan kepaniteraan.”
MK
mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan dengan
keputusan Presiden. Dari Sembilan hakim konstitusi tersebut masing-masing
ditetapkan sebagai berikut : tiga orang diajukan oleh Mahkamah Agung, tiga
orang diajukan DPR dan tiga orang lagi oleh Presiden.
Mahkamah
Konstitusi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua
merangkap anggota dan tujuh orang anggota. Ketua dan wakil ketua dipilih dari
dan oleh anggota hakim MK, yang memiliki masa jabatan selama tiga tahun.
Tugas
dan wewenang MK diatur dalam pasal UUD Negara RI Tahun 1945 jo. UU. No. 24
tahun 2003 sebagai berikut :
a.
MK
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji UU terhadap UUD
b.
Memutus
sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD
c.
Memutus
pembubaran partai politik
d.
Memutus
perselisihan tentang hasil pemilu
Sedangkan
kewajiban yang dimiliki MK, sebagaimana diatur dalam pasal 24C ayat (2) UUD NRI
tahun 1945 jo. Pasal 10 ayat (10) UU. No. 24 tahun 2003 menentukan bahwa “MK
wajib memeriksa, mengadili dan memutus terhadap pendapat DPR bahwa presiden
dan/atau wapres telah melakukan pelanggaran hukum sebagaimana di atur dalam
pasal 7A UUD”.
3. Komisi Yudisial
(KY)
Seperti
halnya MK, Komisi Yudisial (KY) ini merupakan lembaga yang baru ada, dibentuk
setelah UUD 1945 di amandemen. Dalam ketatanegaraan Indonesia keberadaan KY
sangat penting artinya untuk : (a) mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka
melalui pencalonan hakim agung; (b) melakukan pengawasan terhadap hakim secara
transparan dan partisipatif guna menegakkan dan menjaga kehormatan, keluhuran
martabat dan perilaku hakim.
Sebagai
lembaga Negara, secara normatif KY diatur di dalam Bab IX tentang kekuasaan
kehakiman, pasal 24B UUD Negara RI Tahun 1945. Hal ini dianggap menimbulkan
masalah dalam sistem ketatanegaraan mengingat KY bukanlah suatu lembaga pelaku
kekuasaan. Sehingga Sri Soemantri ( dalam Tutik : 2011) berpendapat bahwa
dengan menempatkan KY ke dalam Bab IX tentang kehakiman adalah suatu
kecelakaan. Pendapat ini di dasarkan atas KY bukan lembaga peradilan. Dalam
kaitan ini Philipus M Hadjon berpendapat bahwa diadopsinya KY ke dalam UUD 1945
merupakan suatu keputusan yang terburu-buru, karena hal tersebut dianggap dapat
menimbulkan permasalahan hukum.
Terlepas
dari pendapat tersebut di atas, kejelasan bangunan hukum KY dalam struktur
ketatanegaraan terutama dalam kekuasaan kehakiman, dapat dikaji dari ketentuan
yang diatur pada pasal 24B ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945. Adapun ketentuan
yang diatur pada pasal 24B UUD NRI tahun 1945 adalah berbunyi : “Komisi
Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakka kehormatan,
keluhuran martabat serta perilaku hakim” Ketentuan sebagaimana tersebut pasal
24B UUD NRI tahun 1945, secara operasional diatur lebih lanjut dalam Undang
Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, khususnya pasal 13, bahwa :
dalam kedudukannya sebagai lembaga Negara Komisi Yudisial diberi kewenangan,
antara lain :
a.
Mengusulkan
pengangkatan hakim agung kepada DPR
b.
Menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim
Dari
kewenangan yang dimiliki KY, bilamana dikaji lebih lanjut dapat digambarkan
sebagai berikut :
Dari
kewenangan yang pertama yakni kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung
kepada DPR, merupakan implementasi keberadaan KY sebagai lembaga yang melayani
(auxiliary body). Sementara dari kewenangan kedua yaitu kewenangan menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim bukanlah
merupakan kewenangan auxiliary body,
melainkan KY sebagai lembaga negara yang utama. Untuk ini, Sri Soemantri
berpendapat KY memiliki dua sifat lembaga negara.
Susunan
keanggotaan KY terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil
ketua merangkap anggota dan tujuh orang anggota. Keanggotaan KY terdiri dari
unsur praktisi hukum, mantan hakim, akademisi dan anggota masyarakat. Anggota
KY diangkat dan diberhentikan Presiden atas usul DPR, dan memiliki masa jabatan
selama lima tahun.
E. Lembaga Pemeriksa
Keuangan Negara (Eksaminatif)
Dalam
mewujudkan tujuan maupun cita-cita nasional memerlukan dana untuk membiayai
pembangunan. Tanpa dimiliki dana yang memadai pembangunan tidak dapat berjalan
sesuai yang dinginkan. Dalam pengelolaan keuangan negara yang dapat
dipertanggungjawabkan diperlukan lembaga pemeriksa yang bebas, mandiri, dan
professional. Menyadari bahwa dalam melakukan pemeriksaan tentang pengelolaan
dan tanggung jawab pemerintahan tentang keuangan negara bukanlah tugas yang
mudah dan ringan. Untuk itu dibentuk sebuah badan pemeriksa keuangan yang
terlepas dari kekuasaan dan pengaruh pemerintah.
1. Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK)
Keberadaan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diatur di dalam UUD Negara RI Tahun 1945 yaitu
Pasal 23E ayat (1) berbunyi : “Untuk memeriksa pengelolaan tanggung jawab
tentang keuangan Negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
mandiri” Artinya untuk melakukan pemeriksaan terkait dangan pengelolaan
keuangan negara yang telah digunakan di dalam penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara guna mewujudkan tujuan maupun cita-cita yang diinginkan,
dibentuk sebuah lembaga yang disebut dengan Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas
dan mandiri.
Dengan
demikian BPK merupakan suatu lembaga Negara yang bebas dan mandiri dalam
melakukan pemeriksaan terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara.
Dalam pelaksanaan tugasnya, BPK terlepas dari pengaruh dan kekuasaan
pemerintah, namun tidak berdiri di atas pemerintah. Kelembagaan BPK diatur
lebih lanjut dalam Undang Undang Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan .
a.
Susunan dan Keanggotaan BPK
BPK
berbentuk sebuah dewan yang terdiri dari seorang ketua merangkap anggota,
seorang wakil ketua merangkap anggota dan lima orang anggota. Anggota BPK
dipilih oleh DPR dengan mempertimbangkan masukan DPD dan diresmikan oleh
melalui keputusan presiden, yang bertugas untuk masa jabatan lima tahun dan
sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Ketua dan
wakil ketua dipilih dari dan oleh anggota BPK.
b.
Tugas dan wewenang BPK
Tugas
dan wewnang BPK sesuai yang diatur dalam UUD Negara RI Tahun 1945 jo. UU No. 15
tahun 2006 adalah sebagai berikut :
1)
Memeriksa
tanggung jawab tentang keuangan Negara, yang hasilnya diberitahukan kepada DPR,
DPD dan DPRD;
2)
Memeriksa
semua pelaksanaan APBN; dan
3)
Memeriksa
tanggung jawab pemerintah tentang keuangan Negara.
Terkait
dengan kewenangannya tersebut, BPK berwewenang meminta keterangan yang wajib
diberikan oleh setiap orang, badan/instansi pemerintah atau badan swasta,
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
kaitan ini Koesnardi dan Bintan R Saragih mengklasifikasi tugas pokok BPK
menjadi tiga macam fungsi, yaitu :
1)
Fungsi
operatif, yakni melakukan pemeriksaan, pengawasan dan penelitian atas
penguasaan dan pengurusan keuangan Negara;
2)
Fungsi
yudikatif, yaitu melakukan tntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi
terhadap bendaharawan dan pegawai negeri bukan bendaharawan yang karena
perbuatannya melanggar hokum atau melalaikan kewajibannya dapat menimbulkan
kerugian besar bagi Negara
3)
Fungsi
rekomendatif, yaitu memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang pengurusan
keuangan Negara
Dalam
rangka melaksanakan tugas dan fungsinya, maka BPK diberikan wewenang untuk :
1)
Meminta,
memeriksa, meneliti pertanggung jawaban atas penguasaan dan pengurusan keuangan
Negara serta mengusahakan keseragaman baik dalam tata cara pemeriksaan dan
pengawasan maupun dalam penatausahaan keuangan Negara;
2)
Mengadakan
dan menetapkan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi; dan
3)
Melakukan
penelitian penganalisaan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di
bidang keuangan.
2.
Komisi Pemberantasan Korupsi KPK)
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah lembaga Negara, melainkan suatu lembaga
independen yang dalam melaksanakan tugasnya sangat terkait dengan BPK,
khususnya yang terkait dengan penyalah gunaan keuangan Negara.
a.
Visi dan Misi KPK
Visi
KPK adalah “Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi” Visi yang dimiliki KPK
cukup sederhana, namun apabila diresapi mengandung pengertian yang cukup
mendalam. Visi itu ingin menunjukkan pada kita semua adanya suatu tekad yang
kuat dari KPK untuk dalam waktu segera dapat menuntaskan persoalan-persoalan
yang menyangkut kolusi, korupsi dan nepotisme yang sedang marak terjadi.
Pemberantasan KKN terutama Korupsi memerlukan komitmet semua komponen bangsa.
Korupsi tidak saja urusannya KPK, namun menjadi urusan kita bersama. Untuk itu
diperlukan tekad dan komitmen seluruh warga bangsa dan Negara. Memberantas
korupsi juga membutuhkan waktu yang panjang, karena suatu korupsi tidak dapat
diselesaikan secara instans. Penangan korupsi membutuhkan penangan secara
komprehensip dan sistematis, karena korupsi yang terjadi seringkali dilakukan
secara sistemik dan kelompok.
Untuk
mewujudkan Visinya, KPK memiliki misi yaitu : “penggerak perubahan untuk
mewujudkan bangsa yang anti korupsi”. Melalui misi yang tersebut, KPK nampaknya
menginginkan untuk menjadi suatu lembaga yang dapat membudayakan anti korupsi
di msyarakat, pemerintah dan swasta di seluruh pelosok tanah air. Keikut
sertaan serta partisipasi seluruh lapisan masyarakat sangat menentukan
keberhasilan KPK dalam mewujudkan misinya. Tanpa adanya partisipasi dan
keterlibatan semua komponen masyarakat, apa yang menjadi visi dan misi KPK akan
kandas di tengah jalan. Untuk itu KPK selalu meminta keterlibatan masyarakat
dalam melakukan tugasnya.
b.
Tugas dan wewenang
Tugas
KPK adalah sebagai berikut ; (1) melakukan koordinasi dengan instansi yang
berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (2) melakukan
supervisi terhadap instansi yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak
korupsi; (3) melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi; (4) melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi;dan (5) melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
Untuk
dapat melaksanakan tugas, KPK memiliki wewenang : (1) mengkoordinasikan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi, menetapkan
sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi; (2)
meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada
instansi terkait; (3) melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan
instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan (4)
meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana
korupsi.
0 Response to "Struktur Kelembagaan Negara Indonesia"
Posting Komentar