Sebagai
aturan dasar dalam negara, maka Undang-Undang Dasar mempunyai kedudukan
tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Artinya semua jenis
peraturan perundang-undangan di Indonesia kedudukannya di bawah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia, yakni UUD 1945. Peraturan perundang-unda-ngan
tersebut adalah Undang-Undang/Peraturan Peme-rintah pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Sejak
tanggal 18 Agustus 1945 hingga sekarang (tahun 2008), di negara Indonesia
pernah menggunakan tiga macam UUD yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS 1949, dan UUD
Sementara 1950. Dilihat dari periodesasi berlakunya ketiga UUD tersebut, dapat
diuraikan menjadi lima periode yaitu:
1.
18
Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945,
2.
27
Desember 1949 – 17 Agustus 1950 berlaku Konstitusi RIS 1949,
3.
17
Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUD Sementara 1950,
4.
5
Juli 1959 – 19 Oktober 1999 berlaku kembali UUD 1945
5.
19
Oktober 1999 - sekarang berlaku UUD 1945 (hasil perubahan).
Konstitusi
adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan
pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut (E.C.S.Wade dan G.Philips, 1970).
Konstitusi
adalah keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan
peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam
pemerintahan suatu negara (K.C.Wheare, 1975).
Konstitusi
adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari
yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah (C.F.
Strong, 1960).
Untuk
memahami pelaksanaan konstitusi atau UUD pada setiap periode tersebut,
perhatikan uraian di bawah ini dengan seksama!
1. UUD 1945 periode
18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Pada
saat Proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, negara Republik Indonesia
belum memiliki
konstitusi
atau UUD. Namun sehari kemudian, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu
keputusannya adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. Mengapa UUD
1945 tidak ditetapkan oleh MPR sebagaimana diatur dalam pasal 3 UUD 1945?
Sebab,
pada saat itu MPR belum terbentuk. Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI tersebut
disertai penjelasannya dimuat dalam Berita Republik Indonesia No. 7 tahun II
1946. UUD 1945 tersebut terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh,
dan Penjelasan.
Perlu
dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16 bab yang terbagi menjadi 37
pasal, serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 ayat Aturan Tambahan. Bagaimana
sistem ketatanegaraan menurut UUD 1945 saat itu? Ada beberapa hal yang perlu
kalian ketahui, antara lain tentang bentuk negara, kedaulatan, dan sistem pemerintahan.
Mengenai
bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Sebagai negara kesatuan,
maka di negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan pemerintahan negara,
yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian
sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi).
Sebagai negara yang berbentuk republik, maka kepala negara dijabat oleh
Presiden. Presi-den diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai
kedaulatan diatur dalam Pasal 1 ayat (2) yang menyatakan “kedaulatan adalah di
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusywaratan Rakyat”.
Atas dasar itu, maka kedudukan Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) adalah
sebagai lembaga tertinggi negara. Kedudukan lembaga-lembaga tinggi negara yang
lain berada di bawah MPR.
Mengenai
sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat (1) yang berbunyi
“Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
Undang-Undang Dasar”. Pasal tesebut menunjukkan bahwa sistem pemerintahan
menganut sistem presidensial. Dalam sistem ini, Presiden selain sebagai kepala
negara juga seba-gai kepala pemerintahan. Menteri-menteri sebagai pelaksana
tugas pemerintahan adalah pembantu Presiden yang bertanggung jawab kepada
Presiden, bukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Perlu
kita ketahui, lembaga tertinggi dan lembaga-lembaga tinggi negara menurut UUD
1945 (sebelum amandemen) adalah :
a.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.
Presiden
c.
Dewan
Pertimbanagan Agung (DPA)
d.
Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR)
e.
Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK)
f.
Mahkamah
Agung (MA)
2. Periode berlakunya
Konstitusi RIS 1949
Perjalanan
negara baru Republik Indonesia tidak luput dari rongrongan pihak Belanda yang
menginginkan menjajah kembali Indonesia. Belanda berusaha memecah-belah bangsa
Indonesia dengan cara membentuk negara-negara ”boneka” seperti Negara Sumatera
Timur, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, dan Negara Jawa Timur di dalam
negara RepubIik Indonesia.
Bahkan,
Belanda kemudia melakukan agresi atau pendudukan terhadap ibu kota Jakarta,
yang dikenal de-ngan Agresi Militer I pada tahun 1947 dan Agresi Militer II
atas kota Yogyakarta pada tahun 1948. Untuk menye-lesaikan pertikaian Belanda
dengan RepubIik Indonesia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) turun tangan dengan
menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (Belanda) tanggal 23
Agustus – 2 November 1949. Konferensi ini dihadiri oleh wakil-wakil dari
RepubIik Indonesia, BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg, yaitu gabu-ngan
negara-negara boneka yang dibentuk Belanda), dan Belanda serta sebuah komisi
PBB untuk Indonesia.
KMB
tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan pokok yaitu:
1.
didirikannya
Negara Rebublik Indonesia Serikat;
2.
penyerahan
kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat; dan
3.
didirikan
uni antara RIS dengan Kerajaan Belanda.
Perubahan
bentuk negara dari negara kesatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya
penggantian UUD. Oleh karena itu, disusunlah naskah UUD Republik Indonesia
Serikat. Rancangan UUD tersebut dibuat oleh delegasi RI dan delegasi BFO pada
Konferensi Meja Bundar.
Setelah
kedua belah pihak menyetujui rancangan tersebut, maka mulai 27 Desember 1949
diberlakukan suatu UUD yang diberi nama Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh
yang berisi 6 bab dan 197 pasal, serta sebuah lampiran.
Mengenai
bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RIS yang berbunyi “
Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang
demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat
(federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing
memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara
bagian itu adalah : negara Republik Indonesia, Indonesia Timur, Pasundan, Jawa
timur, Madura, Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat pula
satuan-satuan kenegaraan yang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka,
Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan
Tenggara, dan Kalimantan Timur.
Selama
berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk
negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera
dengan ibu kota di Yogyakarta.
Sistem
pemerintahan yang digunakan pada masa berlakunya Konstitusi RIS adalah sistem
parlementer. Hal itu sebagaimana diatur dalam pasal 118 ayat 1 dan 2 Konstitusi
RIS. Pada ayat (1) ditegaskan bahwa ”Presiden tidak dapat diganggu-gugat”.
Artinya, Presiden tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tugas-tugas pemerintahan.
Sebab, Presiden adalah kepala negara, tetapi bukan kepala pemerintahan. Kalau
demikian, siapakah yang menjalankan dan yang bertanggung jawab atas tugas pemerintahan?
Pada Pasal 118 ayat (2) ditegaskan bahwa ”Menteri-menteri bertanggung jawab
atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Dengan demikian, yang
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan tugas-tugas pemerintahan adalah
menteri-menteri. Dalam sistem ini, kepala pemerintahan dijabat oleh Perdana
Menteri. Lalu, kepada siapakah pemerintah bertanggung jawab? Dalam sistem
pemerintahan parlementer, pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Perlu
kita ketahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut Konstitusi RIS adalah :
a.
Presiden
b.
Menteri-Menteri
c.
Senat
d.
Dewan
Perwakilan Rakyat
e.
Mahkamah
Agung
f.
Dewan
Pengawas Keuangan
3. Periode Berlakunya
UUDS 1950
Pada
awal Mei 1950 terjadi penggabungan negara-negara bagian dalam negara RIS,
sehingga hanya tinggal tiga negara bagian yaitu negara Republik Indonesia,
Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur. Perkembangan berikutnya
adalah munculnya kesepakatan antara RIS yang mewakili Negara Indonesia Timur dan
Negara Sumatera Timur dengan Republik Indonesia untuk kembali ke bentuk negara
kesatuan. Kesepakat-an tersebut kemudian dituangkan dalam Piagam Persetujuan
tanggal 19 Mei 1950. Untuk mengubah negara serikat menjadi negara kesatuan
diperlukan suatu UUD negara kesatuan. UUD tersebut akan diperoleh dengan cara
memasukan isi UUD 1945 ditambah bagian-bagian yang baik dari Konstitusi RIS.
Pada
tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950
tentang Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal
17 Agustus 1950. Dengan demikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949
diganti dengan UUDS 1950, dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang
Tubuh, yang meliputi 6 bab dan 146 pasal.
Mengenai
dianutnya bentuk negara kesatuan dinyata-kan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS 1950
yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara
hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.
Sistem
pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem
pemerintahan parlementer. Dalam pasal 83 ayat (1) UUDS 1950 ditegaskan bahwa
”Presiden dan Wakil Pre-siden tidak dapat diganggu-gugat”. Kemudian pada ayat
(2) disebutkan bahwa ”Menteri-menteri bertang-gung jawab atas seluruh
kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun
masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri”. Hal ini berarti yang
bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan adalah
menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut bertanggung jawab kepada parlemen
atau DPR.
Perlu
kalian keahui bahwa lembaga-lembaga negara menurut UUDS 1950 adalah :
a.
Presiden
dan Wakil Presiden
b.
Menteri-Menteri
c.
Dewan
Perwakilan Rakyat
d.
Mahkamah
Agung
e.
Dewan
Pengawas Keuangan
Sesuai
dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. Sifat kesementaraan ini nampak
dalam rumusan pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (Lembaga Pembuat
UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik
Indonesia yang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilih
melalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikan tanggal 10 November
1956 di Bandung.
Sekalipun
konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun
lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab
ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara
partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan
pemerintahan.
Pada
pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi
anjuran untuk kembali ke UUD 1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada
UUD 1945 tersebut dapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan
pandangan yang berbeda-beda. Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka
diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutan suara,
ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presiden tersebut belum memenuhi
persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlah anggota yang hadir.
Atas
dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 5
Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya
adalah:
1.
Menetapkan
pembubaran Konsituante
2.
Menetapkan
berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
3.
Pembentukan
MPRS dan DPAS
Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali
sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerin-tahan Republik Indonesia.
4. UUD 1945 Periode 5
Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik
penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD 1945 sejak 5 Juli 1959- 19
Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa
penyimpangan. Oleh karena itu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut
dapat dipilah menjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan
periode Orde Baru (1966-1999).
Pada
masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang justru bertenta-ngan
dengan Pancasila dan UUD 1945. Artinya, pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu
belum dilaksanakan seba-gaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan
Presiden.
Selain
itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan
sehingga situasi politik, keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.
Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G-30-S/PKI yang
sangat membahayakan kese-lamatan bangsa dan negara.
Mengingat
keadaan semakin membahayakan, Ir. Soekarno selaku Presiden RI memberikan
perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966
(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya
keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah.
Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Semboyan
Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni
dan konsekuen. Apakah tekad tersebut menjadi suatu kenyataan? Ternyata tidak.
Dilihat dari prinsip demokrasi, prinsip negara hukum, dan keadilan sosial
ternyata masih terdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan
pada masa Orde Lama, sangat dominannya kekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol
DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah.
Selain
itu, kelemahan tersebut terletak pada UUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya
singkat dan luwes (fleksibel), sehingga memungkinkan munculnya berbagai
penyi-mpangan. Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak
memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk
mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
5. UUD 1945 Periode
19 Oktober 1999 - Sekarang
Seiring
dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa
Orde Baru, maka sejak tahun 1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD
1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan, yaitu
pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Penyebutan
UUD setelah perubahan menjadi lebih lengkap, yaitu : Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui empat tahap perubahan tersebut, UUD 1945
telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Perubahan itu menyangkut
kelembagaan negara, pemilihan umum, pembatasan kekuasaan Presiden dan Wakil Presiden,
memperkuat kedudukan DPR, pemerintahan daerah, dan ketentuan yang terinci
tentang hak-hak asasi manusia.
Pertanyaan
kita sekarang, apakah UUD 1945 yang telah diubah tersebut telah dijalankan
sebagaimana mestinya? Tentu saja masih harus ditunggu perkembangannya, karena
masa berlakunya belum lama dan masih masa transisi. Setidaknya, setelah
perubahan UUD 1945, ada beberapa praktik ketatanegaraan yang melibatkan rakyat secara
langsung. Misalnya dalam hal pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan
pemilihan Kepala Daerah (Gubernur dan Bupati/Walikota). Hal-hal tersebut tentu lebih
mempertegas prinsip kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.
Perlu
kita ketahui bahwa setelah melalui serangkaian perubahan (amandemen), terdapat
lembaga-lembaga negara baru yang dibentuk. Sebaliknya terdapat lembaga negara
yang dihapus, yaitu Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga-lembaga negara
menurut UUD 1945 sesudah amandemen adalah :
a.
Presiden
b.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat
c.
Dewan
Perwakilan Rakyat
d.
Dewan
Perwakilan Daerah
e.
Badan
Pemeriksa Keuangan
f.
Mahkamah
Agung
g.
Mahkamah
Konstitusi
h.
Komisi
Yudisial
0 Response to "Konstitusi / Undang-Undang Yang Pernah Berlaku Di Indonesia"
Posting Komentar