Apakah
demokrasi itu sesungguhnya? Memang tidak ada pengertian yang cukup yang
mewakili konsep demokrasi. Istilah itu tumbuh sejalan dengan perkembangan dan
pertumbuhan masyarakat.
Semakin
tinggi kompleksitas kehidupan suatu masyarakat semakin sulit dan tidak
sederhana demokrasi didefinisikan (Eep Saefulloh Fatah, 1994: 5).
Berdasar
berbagai pengertian yang berkembang dalam sejarah pemikiran tentang demokrasi,
kita dapat mengkategorikan ada 3 (tiga) makna demokrasi yakni demokrasi sebagai
bentuk pemerintahan, demokrasi sebagai sistem politik dan demokrasi sebagai
sikap hidup.
1. Demokrasi sebagai
Bentuk Pemerintahan
Makna
demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan merupakan pengertian awal yang
dikemukakan para ahli dan tokoh sejarah, misalnya Plato dan Aristotoles. Plato
dalam tulisannya Republic menyatakan bahwa bentuk pemerintahan yang baik itu
ada tiga yakni monarki, aristokrasi, dan demokrasi. Jadi demokrasi adalah satu
satu dari tiga bentuk pemerintahan.
Ukuran
yang digunakan untuk membedakan adalah kuantitas dalam arti jumlah orang yang
berkuasa dan kualitas yang berarti untuk siapa kekuasaan itu dijalankan.
Menurutnya,
demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan dimana pemerintahan itu dipegang
oleh rakyat dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Monarki adalah
bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin tertinggi dan
dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak. Aristokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang memimpin dan dijalankan
untuk kepentingan rakyat banyak. Ketiganya dapat berubah menjadi bentuk
pemerintahan
yang buruk yakni tirani, oligarki dan mobokrasi atau okhlokrasi.
Tirani
adalah suatu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan pribadi. Oligarki adalah suatu
bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok dan dijalankan untuk kelompok
itu sendiri. Sedangkan mobokrasi/okhlokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan
yang dipegang oleh rakyat, tetapi rakyat tidak tahu apa-apa, rakyat tidak
berpendidikan, dan rakyat tidak paham tentang pemerintahan. Akhirnya,
pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil untuk kepentingan rakyat banyak.
Penyelenggaraan pemerintahan itu justru menimbulkan keonaran, kerusuhan,
kebebasan, dan kerusakan yang parah sehingga dapat menimbulkan anarki.
Mobokrasi adalah bentuk pemerintahan yang chaos.
Sementara
itu, Aristoteles dalam tulisannya Politics mengemukakan adanya tiga macam
bentuk pemerintahan yang baik yang disebutnya good constitution, meliputi:
monarki, aristokrasi dan polity. Sedangkan pemerintahan yang buruk atau bad
constitution meliputi tirani, oligarki dan demokrasi. Jadi berbeda dengan
Plato, demokrasi menurut Aristoteles merupakan bentuk dari pemerintahan yang
buruk, sedang yang baik disebutnya polity atau politeia.
Teori
Aristoteles banyak dianut oleh para sarjana di masa lalu diantaranya Pollybius.
Hanya saja menurut Pollybius, bentuk pemerintahan yang ideal bukan politeia,
tetapi demokrasi yang bentuk pemerosotannya adalah mobokrasi (pemerintahan yang
chaostic). Jadi Pollybius lebih sejalan dengan pendapat Plato. Ia terkenal
dengan ajarannya yang dikenal dengan nama Lingkaran Pollybius, bahwa bentuk
pemerintahan akan mengalami perputaran dari yang awalnya baik menjadi buruk,
menjadi baik kembali dan seterusnya. Dengan demikian teori Pollybius telah
mengubah wajah demokrasi sebagai bentuk pemerintahan yang buruk menjadi sesuatu
yang ideal atau baik dan diinginkan dalam penyelenggaraan bernegara sesuai
dengan kehendak rakyat.
Sampai
saat itu pemaknaan demokrasi sebagai bentuk pemerintahan masih dianut beberapa
ahli. Sidney Hook mengatakan demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana
keputusan keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung
didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas kepada rakyat
dewasa (Tim ICE UIN, 2003: 110). Menurut International Commission for Jurist,
demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat
keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga negara melalui
wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggung jawab kepada mereka
melalui suatu proses pemilihan yang bebas (Mirriam Budiardjo, 2008: 116-117).
Georg Sorensen (2003: 1) secara lugas menyatakan demokrasi adalah suatu bentuk
pemerintahan oleh rakyat.
2. Demokrasi sebagai
Sistem Politik
Perkembangan
berikutnya, demokrasi tidak sekedar dipahami sebagai bentuk pemerintahan,
tetapi lebih luas yakni sebagai sistem politik. Bentuk pemerintahan bukan lagi
demokrasi , oligarki, monarki atau yang lainnya. Bentuk pemerintahan, dewasa
ini lebih banyak menganut pendapatnya Nicollo Machiavelli (1467-1527). Ia
menyatakan bahwa Negara (Lo Stato) dalam hal ini merupakan hal yang pokok
(genus) sedang spsesiesnya adalah Republik (Respublica) dan Monarki
(Principati). Monarki adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan.
Pemimpin
negara umumnya bergelar raja, ratu, kaisar, atau sultan. Sedangkan Republik
adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang presiden atau perdana
menteri. Pembagian dua bentuk pemerintahan tersebut didasarkan pada cara
pengangkatan atau penunjukkan pemimpin negara. Apabila penunjukkan pemimpin
negara berdasarkan keturunan atau pewarisan maka bentuk pemerintahannya
monarki. Sedangkan bila penunjukkan pemimpin negara berdasarkan pemilihan maka
bentuk pemerintahannya adalah republik.
Jika
bentuk pemerintahan adalah republik atau monarki, maka demokrasi berkembang
sebagai suatu sistem politik dalam bernegara. Sarjana yang mendefinikan
demokrasi sebagai sistem, misalnya Henry B Mayo (Mirriam Budiardjo, 2008: 117)
yang menyatakan sistem politik demokrasi adalah sistem yang menunjukkan bahwa
kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang
didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik.
Samuel
Huntington (1997: 6-7) menyatakan bahwa sistem politik di dunia ini ada dua
yakni sistem politik demokrasi dan sistem politik non demokrasi. Menurutnya,
suatu sistem politik disebut demokrasi apabila para pembuat keputusan kolektif
yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang jurdil. Di dalam
sistem itu, para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan semua penduduk
berhak memberikan suara. Sedangkan sistem politik non demokrasi meliputi sistem
totaliter, otoriter, absolut, rezim militer, sistem komunis, dan sistem partai
tunggal. Demokrasi sekarang ini merupakan lawan dari sistem politik otoriter,
absolut, dan totaliter.
Carter
dan Herz dalam Ramlan Surbakti (1999: 221) menggolongkan macam-macam sistem
politik didasarkan pada kriteria siapa yang memerintah dan ruang lingkup
jangkauan kewenangan pemerintah. Berdasar ini maka ada sistem politik otoriter,
sistem politik demokrasi, sistem politik totaliter dan sistem politik liberal.
Apabila pihak yang memerintah terdiri atas beberapa orang atau kelompok kecil
orang maka sistem politik ini disebut “pemerintahan dari atas” atau lebih tegas
lagi disebut oligarki, otoriter, ataupun aristokrasi. Di lain pihak, apabila
pihak yang memerintah terdiri atas banyak orang, maka sistem politik ini
disebut demokrasi. Kemudian apabila kewenangan pemerintah pada prinsipnya
mencakup segala sesuatu yang ada dalam masyarakat, maka rezim ini disebut
totaliter. Sedangkan apabila pemerintah memiliki kewenangan yang terbatas yang
membiarkan beberapa atau sebagian besar kehidupan masyarakat mengatur dirinya
sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah dan apabila kehidupan masyarakat
dijamin dengan tata hukum yang disepakati bersama, maka rezim ini disebut
liberal.
Ramlan
Surbakti (1999: 222-232) juga membedakan sistem politik terdiri atas sistem
politik otokrasi tradisional, sistem politik totaliter dan sistem politik
demokrasi. Selain tiga jenis tersebut dinyatakan pula adanya sistem politik
negara berkembang.
Macam–macam
sistem politik tersebut dibedakan dengan lima kreteria yaitu kebaikan bersama,
identitas bersama, hubungan kekuasaan, legitimasi kewenangan dan hubungan
ekonomi dan politik. Sistem politik demokrasi, kesempatan politik yang sama
bagi individu. Individu menggunakan kesempatan politik tersebut dengan
menggabungkan diri dalam organisasi-organisasi sukarela yang dapat mempengaruhi
keputusan pemerintah dan membuat kebijakan yang menguntungkan mereka.
Selain
itu sistem ini menekankan pada persamaan kesempatan ekonomi daripada pemerataan
hasil dari pemerintah. Jadi individu bebas mencari dan mendayagunakan kekayaan
sepanjang dalam batas-batas yang disepakati bersama. Sistem politik demokrasi
menekankan pemenuhan kebutuhan materiil kepada massa dan dalam masyarakat,
negara menerapkan individualisme. Hal ini menimbulkan ketegangan antara
tujuan-tujuan moril dan materiil, namun demikian pemenuhan kebutuhan materiil
yang tampaknya lebih menonjol.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Arief Budiman (1996: 38), bahwa hanya ada dua kutub
variasi sistem politik, yakni sistem politik yang otoriter dan sistem politik
yang demokratis. Sukarna dalam buku Demokrasi Versus Kediktatoran (1981) juga
membedakan adanya sistem politik demokrasi dan kediktatoran. Pada intinya
adalah demokrasi telah dipahami sebagai sistem politik yang dilawankan dengan
sistem politik non demokrasi, sebagaimana pendapat Samuel Huntington di atas.
Ukuran
yang membedakannya adalah prinsip-prinsip yang digunakan dalam bernegara.
Sukarna (1981: 4-5) mengemukakan adanya beberapa prinsip dari demokrasi dan
prinsip-prinsip dari otoritarian atau kediktatoran.
Adapun
prinsip-prinsip dari sistem politik demokrasi adalah sebagai berikut:
a.
pembagian
kekuasaan; kekuasaan eksekutif, legeslatif, yudikatif berada pada badan yang
berbeda
b.
pemerintahan
konstitusional
c.
pemerintahan
berdasarkan hukum
d.
pemerintahan
mayoritas
e.
pemerintahan
dengan diskusi
f.
pemilihan
umum yang bebas
g.
partai
politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya
h.
management
yang terbuka
i.
pers
yang bebas
j.
pengakuan
terhadap hak hak minoritas
k.
perlindungan
terhadap hak asasi manusia
l.
peradilan
yang bebas dan tidak memihak
m.
pengawasan
terhadap administrasi negara
n.
mekanisme
politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dengan kehidupan
politik pemerintah
o.
kebijaksanaan
pmerintah dibuat oleh badan perwakilan politik tanpa paksaan dari lembaga
manapun
p.
penempatan
pejabat pemerintahan dengan merit sistem bukan poil sistem
q.
penyelesaian
secara damai bukan dengan kompromi
r.
jaminan
terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu.
s.
konstitusi/
UUD yang demokratis
t.
prinsip
persetujuan
Kebalikan
dari prinsip demokrasi adalah prinsip kediktatoran yang berlaku pada sistem
politik otoriter atau toteliter. Prinsip-prinsip ini bisa disebut sebagai
prinsip non demokrasi, yaitu sebagai berikut:
a.
Pemusatan
kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan
yudikatif menjadi satu. Ketiga kekuasaan itu dipegang dan dijalankan oleh satu
lembaga saja.
b.
Pemerintahan
tidak berdasar konstitusional yaitu pemerintahan dijalankan berdasarkan
kekuasaan. Konstitusinya memberi kekuasaan yang besar pada negara atau
pemerintah.
c.
Rule
of power atau prinsip negara kekuasaan yang ditandai dengan supremasi kekuasaan
dan ketidaksamaan di depan hukum
d.
Pembentukan
pemerintahan tidak berdasar musyawarah tetapi melalui dekrit
e.
Pemilihan
umum yang tidak demokratis. Pemilu dijalankan hanya
a.
untuk
memperkuat keabsahan penguasa atau pemerintah negara.
f.
Terdapat
satu partai politik yaitu partai pemerintah atau ada beberapa partai tetapi ada
sebuah partai yang memonopoli kekuasaan.
g.
Manajemen
dan kepemimpinan yang tertutup dan tidak bertanggung jawab
h.
Menekan
dan tidak mengakui hak hak minoritas warga negara
i.
Tidak
adanya kebebasan berpendapat, berbicara dan kebebasan pers. Kalaupun ada pers
maka pers tersebut sangat dibatasi.
j.
Tidak
ada perlindungan terhadap hak asasi manusia bahkan sering terjadi pelanggaran
atas hak asasi manusia..
k.
Badan
peradilan yang tidak bebas dan bisa diintervensi oleh penguasa.
l.
Tidak
ada kontrol atau pengendalian terhadap administrasi dan birokrasi. Birokrasi
pemerintah sangat besar dan menjangkau keseluruh wilayah kehidupan
bermasyarakat.
m.
Mekanisme
dalam kehidupan politik dan sosial tidak dapat berubah dan bersifat sama
n.
Penyelesaian
perpecahan atau perbedaan dengan cara kekerasan
b.
dan
penggunaan paksaan
o.
Tidak
ada jaminan terhadap hak-hak dan kebebasan individu dalam batas tertentu
misalnya: kebebasan berbicara, kebebasan beragama, bebas dari rasa takut.
p.
Prinsip
dogmatisme dan banyak berlaku doktrin.
3. Demokrasi sebagai
Sikap Hidup
Perkembangan
berikutnya, demokrasi tidak hanya dimaknai sebagai bentuk pemerintahan dan atau
sistem politik, tetapi demokrasi dimaknai sebagai sikap hidup. Jika demokrasi
sebagai bentuk pemerintahan atau sistem politik maka hal itu lebih banyak
berjalan pada tingkat pemerintahan atau kenegaraan. Demokrasi tidak cukup
berjalan di tingkat kenegaraan, tetapi demokrasi juga memerlukan sikap hidup
demokratis yang tumbuh dalam diri penyelenggara negara maupun warga negara pada
umumnya. Tim ICCE IUN (2003: 112) menyebut demokrasi sebagai pandangan hidup.
Bahwa demokrasi tidak datang dengan sendiri dalam kehidupan bernegara. Ia
memerlukan perangkat pendukungnya yakni budaya yang kondusif sebagai mind set
dan setting sosial dan bentuk konkrit dari manifestasi tersebut adalah
dijadikannya demokrasi sebagai pandangan hidup.
John
Dewey (Zamroni, 2001: 31) menyatakan ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup
yang dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah
dewasa dalam membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan. Nurcholish Madjid
(Tim ICCE UIN, 2003: 113) menyatakan demokrasi sebagai proses berisikan
norma-norma yang menjadi pandangan hidup bersama. Menurut Padmo Wahyono (1991:
227), demokrasi adalah suatu pola kehidupan masyarakat yang sesuai dengan
keinginan ataupun pandangan hidup manusia yang berkelompok tersebut. Demokrasi
Indonesia dalam arti pandangan hidup adalah demokrasi sebagai falsafah hidup
(democracy in philosophy) (Sri Soemantri, 1974: ?).
Berdasar
pendapat-pendapat di atas, demokrasi bukan sekedar suatu bentuk pemerintahan
ataupun sistem politik melainkan yang utama adalah suatu bentuk kehidupan
bersama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bentuk
kehidupan yang demokratis akan kokoh bila di kalangan masyarakat tumbuh
nilai-nilai demokrasi. Demokrasi sebagai sikap hidup didalamnya ada nilai-nilai
demokrasi yang dipraktikkan oleh masyarakatnya yang selanjutnya memunculkan
budaya demokrasi. Mohammad Hatta (1966: 9) juga pernah menyatakan bahwa
demokrasi memerlukan syarat-syarat hidupnya yakni rasa tanggung jawab dan
toleransi pada pemimpin-pemimpin politik.
Tanggung
jawab dan toleransi merupakan nilai demokrasi yang akan mendukung sistem atau
pemerintahan demokrasi.
0 Response to "3 Makna Demokrasi, Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan, Sikap Politik, dan Sikap Hidup"
Posting Komentar