Sepanjang
masa kemerdekaannya, bangsa Indonesia telah mencoba menerapkan bermacam-macam
demokrasi. Hingga tahun 1959, dijalankan suatu praktik demokrasi yang cenderung
pada sistem Demokrasi Liberal, sebagaimana berlaku di negara-negara Barat yang
bersifat individualistik.
Pada
tahun 1959-1966 diterapkan Demokrasi Terpimpin, yang dalam praktiknya cenderung
otoriter. Mulai tahun 1966 hingga berakhirnya masa Orde Baru pada tahun 1998
diterapkan Demokrasi Pancasila. Model ini pun tidak mendorong tumbuhnya partisipasi
rakyat. Berbagai macam demokrasi yang diterapkan di Indonesia itu pada umumnya
belum sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, karena tidak tersedianya ruang
yang cukup untuk mengekspresikan kebebasan warga negara.
Berdasar
pengalaman sejarah, tidak sedikit penguasa yang cenderung bertindak otoriter,
diktaktor, membatasi partisipasi rakyat dan lain-lain. Mengapa demikian? Ya, sebab
penguasa itu sering merasa terganggu kekusaannya akibat partisipasi rakyat
terhadap pemerintahan. Partisipasi itu dapat berupa usul, saran, kritik,
protes, unjuk rasa atau penggunaan kebebasan menyatakan pendapat lainnya.
Sesudah
bergulirnya reformasi pada tahun 1998, kebebasan berbicara dan menyatakan
pendapat, kebebasan memilih, kebebasan berpolitik dan lain-lain semakin terbuka
luas. Era reformasi sekaligus merupakan era demokratisasi. Dalam suasana
reformasi, tidak jarang penggunaan kebebasan tersebut sering berbenturan dengan
kepentingan umum. Inilah yang perlu ditata lebih baik, sehingga penerapan
kebebasan warga negara dan demokrasi tetap berada dalam koridor hukum dan tidak
mengganggu kepentingan umum. Bagaimanapun juga reformasi telah membuka pintu
kebebasan, yang hal ini sangat diperlukan bagi rakyat dalam proses menemukan
sistem demokrasi yang lebih baik
.
Pada
awalnya, penerapan demokrasi lebih terfokus pada bidang politik atau sistem
pemerintahan. Wujud penerapannya antara lain dengan penyelenggaraan pemilihan
umum, pergantian pemegang kekuasaan pemerintahan, kebebasan menyatakan pendapat
dan lain-lain.
Dalam
perkembangannya, konsep demokrasi juga diterapkan dalam berbagai bidang
kehidupan, yakni dalam kehidupan ekonomi, pendidikan, sosial-budaya, dan
bidang-bidang kemasyarakatan lainnya. Dengan demikian, demokrasi tidak hanya
diterapkan dalam kehidupan bernegara, tetapi juga dalam kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa. Kehidupan yang demokratis adalah kehidupan yang melibatkan
partisipasi rakyat dan ditujukan untuk kepentingan rakyat.
Salah
satu bentuk kegiatan badan usaha yang bersifat demokratis adalah koperasi.
Sejalan dengan semangat demokrasi, koperasi terkenal dengan semboyannya “dari
anggota, oleh anggota, dan untuk anggota”. Coba bandingkan dengan pernyataan
Abraham Lincoln tentang demokrasi yang telah dikutip sebelumnya! Dalam
koperasi, pemegang kekuasaan tertinggi adalah rapat anggota. Rapat anggota
berwenang meminta keterangan dan pertanggungjawaban pengurus maupun pengawas
dalam menjalankan tugasnya. Rapat anggota itu diselenggarakan
sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun.
Dalam
pasal 5 Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi dinyatakan tentang
prinsip-prinsip koperasi sebagai berikut :
1.
keanggotaan
bersifat sukarela dan terbuka
2.
pengelolaan
dilakukan secara demokratis
3.
pembagian
sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha
masing-masing
4.
pemberian
balas jasa terbatas terhadap modal
5.
kemandirian
Sekarang
bagaimana konsep demokrasi diterapkan dalam bidang pendidikan? Sistem
pendidikan nasional kita dari dulu hingga sekarang sebenarnya memiliki visi
atau pandangan yang demokratis. Coba perhatikan isi Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional berkut ini!
1.
Pasal
3 menyatakan : “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
2.
Pasal
4 ayat (1) menyatakan : ”Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa”.
3.
Pasal
5 menyatakan tentang jaminan hak untuk memperoleh pendidikan bagi semua warga
negara, tanpa kecuali. Perhatikan isi pasal 5 ayat (1) hingga ayat (5) berikut
ini!
Ayat (1) : Setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Ayat (2) : Warga
negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Ayat (3) : Warga
negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang
terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
Ayat (4) : Warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus.
Ayat (5) : Setiap
warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang
hayat.
4.
Pasal
8 menyatakan: “Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan”.
5.
Pasal
54 ayat (1) menyatakan : “Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi
peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha,
dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
pelayanan pendidikan”.
6.
Pasal
55 ayat (1) menyatakan : “ Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan
berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan
agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat”.
0 Response to "Contoh-contoh Kehidupan Yang Demokratis Dalam Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara"
Posting Komentar