Kode Etik DPR RI Berdasarkan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Edukasippkn.com - Dalam Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ini yang dimaksud dengan:

Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Anggota DPR, selanjutnya disebut Anggota adalah wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji esuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh memperhatikan kepentingan rakyat.

Kode Etik DPR, selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap Anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR.

Mahkamah Kehormatan Dewan, selanjutnya disingkat MKD adalah alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan.

Mitra Kerja adalah pihak baik pemerintah, perseorangan, kelompok, organisasi, maupun badan swasta.

Rapat adalah semua jenis rapat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan DPR tentang Tata Tertib.

Sidang MKD adalah proses mendengarkan keterangan Pengadu dan Teradu, memeriksa alat bukti, dan mendengarkan pembelaan Teradu terhadap materi Pengaduan berdasarkan Tata Tertib dan Kode Etik yang dihadiri Pengadu, Teradu, Saksi, Ahli, atau pihak lain yang diperlukan oleh MKD, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri dan dilaksanakan dalam ruang sidang MKD.

Keluarga adalah suami dan/atau istri dan anak. Sanak Famili adalah pihak yang memiliki hubungan pertalian darah dan semenda sampai dengan derajat ketiga ke atas dan derajat ketiga ke samping.

Perjalanan Dinas adalah perjalanan pimpinan dan/atau Anggota untuk kepentingan negara dalam hubungan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, baik yang dilakukan di dalam wilayah Republik Indonesia maupun di luar wilayah Republik Indonesia.

Rahasia adalah hal yang berkaitan dengan informasi yang diperoleh dalam menjalankan fungsi, wewenang, dan tugas yang dilarang diumumkan dan dilarang disebarluaskan kepada pihak lain atau publik.

BAB II
KODE ETIK

Bagian Kesatu
Kepentingan Umum

Pasal 2

(1)  Anggota dalam setiap tindakannya harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan pribadi, seseorang, dan golongan.
(2)  Anggota bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, dan mempergunakan fungsi, tugas, dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat.
(3)  Anggota mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.
(4)  Anggota harus selalu menjaga harkat, martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya serta dalam menjalankan kebebasannya menggunakan hak berekspresi, beragama, berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
(5)  Anggota yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar DPR harus mengutamakan tugasnya sebagai Anggota.

Bagian Kedua
Integritas

Pasal 3

(1)  Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
(2)  Anggota sebagai wakil rakyat memiliki pembatasan pribadi dalam bersikap, bertindak, dan berperilaku.
(3)  Anggota dilarang memasuki tempat prostitusi, perjudian, dan tempat lain yang dipandang tidak pantas secara etika, moral, dan norma yang berlaku umum di masyarakat, kecuali untuk kepentingan tugasnya sebagai Anggota DPR dalam wilayah Negara Kesatuan RepubIik Indonesia.
(4)  Anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR.
(5)  Anggota dilarang meminta dan menerima pemberian atau hadiah selain dari apa yang berhak diterimanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Hubungan dengan Mitra Kerja

Pasal 4

(1)  Anggota harus bersikap profesional dalam melakukan hubungan dengan Mitra Kerja.
(2)  Anggota dilarang melakukan hubungan dengan Mitra Kerjanya untuk maksud tertentu yang mengandung potensi korupsi, kolusi dan nepotisme.

Bagian Keempat
Akuntabilitas

Pasal 5

(1)  Anggota bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi, tugas, dan wewenangnya demi kepentingan negara.
(2)  Anggota harus bersedia untuk diawasi oleh masyarakat dan konstituennya.
(3)  Anggota wajib menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat kepada pemerintah, lembaga, atau pihak yang terkait secara adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, dan gender.
(4)  Anggota harus mampu memberikan penjelasan dan alasan ketika diminta oleh masyarakat, atas ditetapkannya sebuah kebijakan DPR berkaitan dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya.

Bagian Kelima
Keterbukaan dan Konflik Kepentingan

Pasal 6

(1)  Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan suatu permasalahan tertentu, Anggota harus menyatakan di hadapan seluruh peserta Rapat jika ada suatu keterkaitan antara permasalahan yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya di luar kedudukannya sebagai Anggota.
(2)  Anggota mempunyai hak suara dalam setiap Rapat dan dalam setiap pengambilan keputusan, kecuali mempunyai konflik kepentingan dengan permasalahan yang sedang dibahas.
(3)  Anggota dalam menyampaikan hasil Rapat harus sesuai dengan kapasitasnya, baik sebagai Anggota maupun sebagai pimpinan alat kelengkapan DPR.
(4)  Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, Keluarga, Sanak Famili, dan golongan.
(5)  Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan yang ditujukan untuk kepentingan pribadi dan/atau pihak lain.

Bagian Keenam
Rahasia

Pasal 7

Anggota wajib menjaga Rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil Rapat yang dinyatakan sebagai Rahasia sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan atau sampai dengan masalah tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum.

Bagian Ketujuh
Kedisiplinan

Pasal 8

(1)  Anggota harus hadir dalam setiap Rapat yang menjadi kewajibannya.
(2)  Anggota yang tidak menghadiri setiap Rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi.
(3)  Anggota dalam melaksanakan tugasnya harus berpakaian rapi, sopan, dan resmi.
(4)  Anggota harus aktif selama mengikuti Rapat terkait dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya.
(5)  Anggota dilarang menyimpan, membawa, dan menyalahgunakan narkoba dalam jenis serta bentuk apapun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Bagian Kedelapan
Hubungan dengan Konstituen atau Masyarakat

Pasal 9

(1) Anggota harus memahami dan menjaga kemajemukan yang terdapat dalam masyarakat, baik berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, golongan, kondisi fisik, umur, status sosial, status ekonomi,
maupun pilihan politik.
(2) Anggota dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, tidak diperkenankan berprasangka buruk atau bias terhadap seseorang atau suatu kelompok atas dasar alasan yang tidak relevan, baik dengan perkataan maupun tindakannya.
(3) Anggota harus mendengar dengan penuh perhatian atas keterangan para pihak dan masyarakat yang diundang dalam Rapat atau acara DPR.
(4) Anggota harus menerima dan menjawab dengan sikap penuh pengertian terhadap pengaduan dan keluhan yang disampaikan oleh masyarakat.

Bagian Kesembilan
Perjalanan Dinas

Pasal 10

(1)  Anggota dapat melakukan Perjalanan Dinas ke dalam atau ke luar negeri dengan biaya negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Perjalanan Dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)  Anggota tidak boleh membawa Keluarga dalam suatu Perjalanan Dinas, kecuali dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan atau atas biaya sendiri.

Bagian Kesepuluh
Independensi

Pasal 11

(1)  Anggota MKD harus bersikap independen dan bebas dari pengaruh fraksinya atau pihak lain dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya.
(2)  Anggota, pimpinan fraksi, dan/atau pimpinan DPR dilarang melakukan upaya intervensi terhadap putusan MKD.
(3)  Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Anggota tidak diperkenankan memenuhi panggilan penegak hukum tanpa ada persetujuan tertulis dari MKD, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Bagian Kesebelas
Pekerjaan Lain di Luar Tugas Kedewanan

Pasal 12

Anggota wajib mendahulukan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebagai Anggota.

Bagian Kedua Belas
Hubungan dengan Wartawan

Pasal 13

(1)  Anggota wajib menjaga hubungan profesional dengan wartawan.
(2)  Anggota dapat menjelaskan kepada wartawan mengenai data dan informasi yang didapatkan dalam Rapat, kecuali yang bersangkutan tidak menghadiri Rapat, serta data dan informasi Rapat yang bersifat Rahasia.
(3)  Anggota harus selektif dalam melayani:
a.   permintaan penjelasan yang berupa pendapat pemikiran dan gagasan jika diajukan pertanyaan oleh setiap wartawan yang tidak memenuhi persyaratan peliputan; dan
b.   permintaan penjelasan yang berupa pendapat pemikiran dan gagasan jika diajukan di tempat yang tidak memenuhi persyaratan peliputan pers.

Bagian Ketiga Belas
Hubungan dengan Tamu di Lingkungan DPR

Pasal 14

(1)  Anggota wajib menjaga hubungan profesional dengan tamu.
(2)  Anggota wajib menerima dan melayani tamu yang terdaftar di unit Sekretariat Jenderal DPR sesuai dengan tata cara menerima dan melayani tamu.
(3)  Anggota wajib menerima dan melayani tamu di tempat yang memenuhi persyaratan dalam tata cara menerima dan melayani tamu.
(4)  Anggota dilarang menerima tamu yang dianggap tidak mematuhi aturan di gedung DPR selama tamu berada di gedung DPR.

Bagian Keempat Belas
Hubungan Antar-Anggota dengan Alat Kelengkapan DPR

Pasal 15

(1)  Sesama Anggota harus saling menghormati dan menghargai fungsi, tugas, dan wewenang masing-masing sesuai dengan penugasan pada alat kelengkapan DPR.
(2)  Anggota wajib menjaga hubungan yang profesional dengan pimpinan alat kelengkapan DPR.
(3)  MKD dapat meminta keterangan dan berkonsultasi dengan pimpinan alat kelengkapan DPR terkait dengan permasalahan pelaksanaan fungsi, martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR.

Bagian Kelima Belas
Etika Persidangan

Pasal 16

(1)  Anggota wajib mematuhi tata cara rapat sebagaimana diatur dalam peraturan DPR yang mengatur mengenai tata tertib.
(2)  Anggota MKD dalam menyampaikan pendapat dalam Sidang MKD kepada sesama Anggota MKD dan pimpinan MKD harus didahului dengan sebutan “Yang Mulia”.
(3)  Anggota yang diperiksa dalam Sidang MKD ketika menyampaikan keterangannya kepada pimpinan Sidang MKD harus dimulai dengan sebutan “Yang Mulia”.
(4)  Pimpinan dan Anggota MKD dalam Sidang MKD harus menggunakan pakaian sipil lengkap.

Pasal 17

(1)  Untuk menjaga kelancaran Rapat, Anggota dalam melakukan interupsi:
a.   harus mengikuti giliran sebagaimana diatur oleh pimpinan Rapat; dan
b.   tetap duduk pada tempat yang telah disediakan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pimpinan Rapat.
(2)  Untuk menjaga kelancaran Rapat dan untuk menjaga martabat dan kehormatan DPR, Anggota dilarang:
a.   mendekati meja pimpinan Rapat.
b.   berkata kotor;
c.   merusak barang inventaris DPR; dan
d.   menghina dan merendahkan pimpinan Rapat dan sesama Anggota.
(3)  Pimpinan Rapat memberikan kesempatan bagi Anggota untuk berbicara sebagaimana diatur dalam Tata Tertib.

Bagian Keenam Belas
Hubungan dengan Tenaga Ahli, Staf Administrasi Anggota, dan Sekretariat Jenderal

Pasal 18

(1)  Anggota dilarang melakukan diskriminasi dalam hal penentuan tenaga ahli dan staf administrasi Anggota serta pemberian kompensasi yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)  Anggota dilarang mengangkat Keluarganya sebagai tenaga ahli dan staf administrasi Anggota.
(3)  Anggota harus memperlakukan tenaga magang dan relawan secara profesional.
(4)  Anggota dilarang melakukan hubungan yang tidak proporsional dan tidak profesional, baik dengan tenaga ahli dan staf administrasi Anggota maupun pegawai di lingkungan Sekretariat Jenderal DPR;
(5)  Anggota dilarang mengutus tenaga ahli, staf administrasi Anggota, atau pegawai Sekretariat Jenderal DPR untuk mewakili Rapat dan pertemuan yang menjadi fungsi, tugas, dan wewenangnya.

BAB III
PENEGAKAN KODE ETIK

Pasal 19

(1)  Penegakan Kode Etik dilakukan oleh MKD.
(2)  Penegakan Kode Etik dilakukan melalui upaya pencegahan dan penindakan.
(3)  Upaya pencegahan dilakukan dengan sosialisasi, pelatihan, mengirimkan surat edaran dan memberikan rekomendasi, atau cara lain yang ditetapkan oleh MKD.
(4)  Upaya penindakan dilakukan oleh MKD berdasarkan peraturan DPR yang mengatur mengenai tata beracara MKD.
(5)  Anggota MKD wajib mengutamakan fungsi, tugas, dan wewenang MKD.

BAB IV
PELANGGARAN, SANKSI, DAN REHABILITASI

Bagian Kesatu
Pelanggaran

Pasal 20

(1)  Pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh Anggota merupakan pelanggaran Kode Etik.
(2)  Pelanggaran ringan adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut:
a.   tidak mengandung pelanggaran hukum;
b.   tidak menghadiri Rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat Alat Kelengkapan DPR dalam 1 (satu) masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi;
c.   menyangkut etika pribadi dan Keluarga; atau
d.   menyangkut tata tertib Rapat yang tidak diliput media massa.
(3)  Pelanggaran sedang adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut:
a.   mengandung pelanggaran hukum;
b.   mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi ringan oleh MKD;
c.   mengulangi ketidakhadiran dalam Rapat yang merupakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sebanyak 40% (empat puluh persen) dari jumlah rapat paripurna dalam 1 (satu) masa sidang atau 40% ( empat puluh persen ) dari jumlah rapat Alat Kelengkapan DPR dalam 1 (satu) masa sidang tanpa keterangan yang sah dari pimpinan fraksi atau ketua kelompok fraksi setelah sebelumnya mendapatkan sanksi ringan; atau
d.   menyangkut pelanggaran tata tertib Rapat yang menjadi perhatian publik.
(4)  Pelanggaran berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut:
a.   mengulangi perbuatannya yang telah dikenai sanksi sedang oleh MKD;
b.   tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
c.   tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan yang sah;
d.   tidak lagi memenuhi syarat sebagai Anggota sebagaimana ketentuan mengenai syarat calon Anggota yang diatur dalam undang–undang yang mengatur mengenai pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
e.   melanggar ketentuan larangan sebagaimana diatur dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
f.    tertangkap tangan melakukan tindak pidana; atau
g.   terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan telah memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Bagian Kedua
Sanksi

Pasal 21

Anggota yang dinyatakan melanggar Kode Etik dikenai sanksi berupa:

a.   sanksi ringan dengan teguran lisan atau teguran tertulis;
b.   sanksi sedang dengan pemindahan keanggotaan pada alat kelengkapan DPR atau pemberhentian dari jabatan pimpinan DPR atau pimpinan alat kelengkapan DPR; atau
c.   sanksi berat dengan pemberhentian sementara paling singkat 3 (tiga) bulan atau pemberhentian sebagai Anggota.

Bagian Ketiga
Rehabilitasi

Pasal 22

Anggota yang tidak terbukti melanggar Kode Etik berdasarkan putusan MKD diberikan rehabilitasi dengan mengumumkannya dalam rapat paripurna DPR yang pertama sejak diterimanya putusan MKD oleh pimpinan DPR dan dibagikan kepada semua Anggota.

BAB V
PERUBAHAN KODE ETIK

Pasal 23

(1)  MKD melakukan evaluasi dan penyempurnaan peraturan DPR tentang Kode Etik.
(2)  Usul evaluasi dan penyempurnaan Kode Etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh MKD kepada pimpinan DPR.
(3)  Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna untuk menugaskan MKD melakukan pembahasan Kode Etik.
(4)  Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan kepada Rapat paripurna untuk diambil keputusan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 24

Dugaan pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh Anggota sebelum berlakunya peraturan ini, penanganannya dilaksanakan berdasarkan Kode Etik yang ditetapkan dalam Peraturan DPR Nomor 01 Tahun 2011 tentang Kode Etik.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan DPR Nomor 01 Tahun 2011 tentang Kode Etik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 26

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Download Peraturan DPR RI No. 1 Tahun 2015 tentang Kode Etik DPR RI selengkapnya silahkan klik pada links sumber berikut ini. Semoga bermanfaat.

0 Response to "Kode Etik DPR RI Berdasarkan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia"

Posting Komentar