Bermacam-macam Jenis Penggolongan / Klasifikasi Hukum Perjanjian Internasional

Edukasippkn.com - Secara formal hukum perjanjian internasional tidak mengenal penggolongan. Namun demikian suatu perjanjian internasional dapat dikelompokkan dalam bermacam-macam penggolongan yang didasarkan atas hal-hal sebagai berikut:

a. Klasifikasi dari segi subjek yang mengadakan perjanjian

1)   Perjanjian antarnegara, merupakan jenis perjanjian yang paling banyak. Hal ini dikarenakan negara merupakan subjek hukum yang paling utama, sehingga negara dianggap satu-satunya subjek hukum internasional. Contohnya, antara Indonesia dengan Australia, Indonesia dengan Cina, dan Indonesia dengan Malaysia.
2)   Perjanjian antarnegara dengan subjek hukum, misalnya dengan organisasi internasional atau dengan Takhta Suci (Vatikan). Contohnya, antara Indonesia dengan ASEAN, Indonesia dengan PBB, dan Indonesia dengan WHO.
3)   Perjanjian antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lainnya. Contohnya, antara PBB dengan ASEAN, antara ASEAN dengan NATO, dan NATO dengan Pakta Warsawa.

b. Klasifikasi dari segi jumlah yang mengadakan perjanjian

1)   Perjanjian bilateral, artinya perjanjian antara dua pihak negara yang mengatur kepentingan dua pihak. Contohnya, perjanjian antara Indonesia dengan Australia pada tanggal 9 Oktober 1973, tentang batas dasar laut selatan Pulau Tanimbar dan Pulau Timor.
2)   Perjanjian multilateral, artinya perjanjian antara banyak pihak negara yang mengatur kepentingan semua pihak. Contohnya, konvensi hukum laut di Montego Bay Jamaica tanggal 10 Desember 1982, tentang ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).

c. Klasifikasi dari segi corak/bentuk perjanjian

1)   Perjanjian antarnegara
Contoh:
a)   Indonesia (presiden) dengan India (presiden).
b)   Indonesia (presiden) dengan Inggris (raja).
2)   Perjanjian antarpemerintah
Contoh:
a)   Indonesia (presiden) dengan India (perdana menteri).
b)   Indonesia (presiden) dengan Inggris (perdana menteri).
3)   Perjanjian antarwakil negara
Contoh:
Perjanjian antara Indonesia dengan India. Indonesia bisa diwakili oleh menteri luar negeri maupun duta besar. Sedangkan dari India juga bisa diwakili oleh menteri luar negeri maupun duta besar.

d. Klasifikasi dari segi proses/tahap pembentukan perjanjian

1)   Perjanjian yang diadakan menurut tiga tahap, yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap ratifikasi. Ratifikasi perlu ada bagi hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan-badan perwakilan rakyat. Contoh:
a)   Perjanjian antara Indonesia dengan Republik Rakyat Cina tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan.
b)   Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1974.
2)   Perjanjian yang hanya melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatanganan. Perjanjian ini sifatnya lebih sederhana dan diadakan untuk hal-hal yang kurang begitu penting, dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan. Untuk golongan ini dinamakan persetujuan. Contoh:
a)   Persetujuan antara Indonesia dengan Malaysia tentang batas laut teritorial di Selat Malaka.
b)   Persetujuan antara Indonesia dengan Singapura tentang garis batas laut teritorial di Selat Singapura.

e. Klasifikasi dari segi pelaksanaan perjanjian

1)   Perjanjian yang menentukan (dispositive treaties), yaitu perjanjian yang maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai melalui isi perjanjian itu. Misalnya, perjanjian tentang tapal batas negara dan penyerahan wilayah kedaulatan.
2)   Perjanjian yang dilaksanakan (executory treaties), yaitu perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekali, melainkan harus dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian berlaku. Misalnya, perjanjian perdagangan.

f. Klasifikasi dari segi fungsi dalam pembentukan hukum

1)   Perjanjian yang membentuk/menciptakan hukum (law making treaties/law creating treaties). Perjanjian ini meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan, yang pada umumnya merupakan perjanjian multilateral. Contoh:
a)   Konvensi hukum laut tahun 1958.
b)   Konvensi Jenewa 1959 tentang perlindungan korban perang.
2)   Perjanjian yang bersifat kontrak (treaty contract). Pada umumnya perjanjian ini merupakan perjanjian bilateral karena dalam perjanjian ini hanya menyangkut para pihak yang mengadakan perjanjian saja. Dan perjanjian ini hanya menyangkut soal-soal khusus, jadi lebih layak kalau diadakan secara tertutup, yang tidak membuka kemungkinan bagi pihak ketiga untuk ikut sebagai pihak peserta perjanjian.  Contohnya, Australia tidak akan ikut serta dalam perjanjian antara Indonesia dengan Philipina tentang pemberantasan penyelundupan dan bajak laut. Dengan demikian, maka treaty contract dapat secara tidak langsung membentuk kaidah-kaidah (hukum) yang berlaku umum, melalui proses hukum kebiasaan.

g. Klasifikasi dari segi akibat perjanjian internasional yang dibuat

Pada dasarnya perjanjian internasional yang dibuat akan memiliki konsekuensi yang mengikat, baik dalam segi hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian internasional harus mematuhi dan melaksanakan hak dan kewajiban yang tertera dalam perjanjian tersebut. 

Sedangkan negara-negara yang tidak terlibat dalam perjanjian tersebut tidak diharuskan mematuhinya. Akan tetapi bila perjanjian tersebut bersifat multilateral (misalnya dalam lingkup PBB) atau objeknya besar (misalnya menyangkut Terusan Suez, Selat Malaka) yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada negara-negara yang tidak terlibat perjanjian, maka negara-negara tersebut dapat juga menjadi terikat dengan kondisi sebagai berikut:

1) Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu.
2) Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta.

0 Response to "Bermacam-macam Jenis Penggolongan / Klasifikasi Hukum Perjanjian Internasional"

Posting Komentar