Ciri-ciri Masyarakat Madani

Menurut Gellner (1995: 23), masyarakat madani merupakan sekelompok institusi/ lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk mencegah tirani politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas. Ciri lainya yang menonjol adalah adanya kebebasan individu di dalamnya, di mana sebagai sebuah asosiasi dan institusi, ia dapat dimasuki serta ditinggalkan oleh individu dengan bebas.

Di Indonesia, gagasan mengenai masyarakat madani mulai hangat dibicarakan sebagai imbas dari perubahan politik di Eropa Timur. Pembicaraan mengenai gagasan masyarakat madani menandakan bahwa di Indonesia mulai tumbuh kesadaran yang kuat untuk mengembangkan model gerakan sosial yang bersifat madani.

Menurut Ryaas Rasyid, relevansi masyarakat madani untuk Indonesia adalah didasarkan alasan bahwa karena kita juga memiliki keinginan membangun masyarakat yang mampu berkreasi secara maksimal. Di samping itu untuk membangun masyarakat yang dapat menyerap nilai-nilai demokrasi secara konstruksi, sehingga diharapkan suatu sistem politik dan pemerintahan yang lebih demokratis dari waktu ke waktu. Dari sisi historis, gagasan masyarakat madani sebenarnya sudah lahir sejak awal kemerdekaan negeri Indonesia. Lahirnya gerakan-gerakan perlawanan sosial terhadap struktur otoritarian kolonialisme pada waktu itu, merupakan salah satu bukti bahwa masyarakat madani sudah terbentuk dalam sejarah Indonesia.

Perlawanan terhadap kuatnya dominasi negara pada awal kemerdekan tersebut kemudian terulang kembali pada tahun 1998, di mana masyarakat menumbangkan rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun di bawah kepemimpinan Soeharto. Kalau kita mengamati dengan saksama, sebenarnya proses keruntuhan rezim orde baru banyak diwarnai oleh kehadiran kelompok-kelompok masyarakat madani yang (Mahasiswa adalah kunci masyarakat madani ketika menumbangkan rezim Orde Baru) dipimpin oleh kaum mahasiswa untuk melakukan perlawanan dan tekanan terhadap negara. Gerakan mahasiswa pada waktu itu merupakan representasi kebangkitan masyarakat madani yang eksplosif, di mana mahasiswa menjadi aktor terdepan yang berperan sebagai ujung tombak perubahan sejarah tersebut.

Gerakan yang eksplosif tersebut merupakan puncak dari kemuakan masyarakat yang menganggap bahwa di bawah kekuasaan rezim orde baru, potensi kekuatan masyarakat untuk berdemokratis (madani) telah dilemahkan melalui berbagai bentuk represi, teror, dan kooptasi. Dalam berbagai sektor kehidupan politik, partisipasi masyarakat untuk ikut menentukan kebijakan negara yang menyangkut nasib mereka amat dibatasi. Dalam konteks demokrasi, kekuatan politik masyarakat madani hanya menjadi alat pengabsahan kekuatan rezim yang dalam berbagai pemilu telah direkayasa pemenangnya.

Sepanjang rezim orde baru berkuasa, program pembangunan menempatkan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama, sementara stabilitas politik dan keamanan dijadikan sebagai syarat penunjang. Salah satu tujuan penting orde baru adalah menciptakan masyarakat yang merasa aman dan mengejar kemajuan pembangunan dalam iklim stabilitas. Pandangan pembangunan yang mementingkan stabilitas tersebut melahirkan pembangunan format politik orde baru yang diarahkan pada pembentukan model negara yang kuat (strong state). Kekuatan-kekuatan masyarakat madani dikooptasi melalui perwakilan kepentingan secara sistematis melalui wadah-wadah, seperti PWI, SPSI, KNPI, dan sebagainya. Dengan kooptasi ini, pemerintah orde baru memiliki kekuasaan yang besar untuk mengendalikan kelompok masyarakat.  Wadah-wadah sosial dan politik yang lahir berdasarkan inisiatif masyarakat dan berusaha memperjuangkan otonomi dalam aktivitas mereka dibatasi ruang geraknya, bahkan dihambat pertumbuhannya.

Adi Suryadi Culla (2002: 52) menilai bahwa rezim orde baru telah mengkhianati nilai-nilai demokrasi dengan melakukan empat hal. Pertama, seluruh organisasi sosial dan politik dikontrol secara ketat melalui sejumlah regulasi, sehingga membuat mereka tidak mungkin menjadi ancaman berbahaya bagi negara. Kedua, dalam upaya memobilisasi konflik-konflik politik dan ideologi, negara menjadikan ideologi Pancasila sebagai basis diskursus politik untuk mendapatkan konsensus melalui hegemoni ideologi. Ketiga, negara memantapkan peran militer dengan fungsinya sebagai penyangga utama kekuasaan negara bekerjasama dengan teknokrat dan birokrat sipil. Keempat, dominasi lembaga kepresidenan yang berada di tangan Soeharto.  Rezim orde baru yang dipimpin Soeharto dianggap telah mengkhianati nilai-nilai demokrasi. Bermusyawarah Cerdas dan Kritis menyejahterakan rakyat banyak, bukan hanya segelintir konglomerat dan para penguasa negara.

Kehidupan masyarakat juga harus dibangun agar mampu menjadi kekuatan pengontrol terhadap penyelenggara negara. Jika di masa pemerintahan otoriter rakyat sama sekali takut menghadapi penguasa, sehingga kekuasaan penguasa tidak terkontrol sama sekali, maka dalam proses demokratisasi masyarakat harus dibangun kesadarannya untuk selalu mengawasi jalannya pemerintahan negara melalui civil society. Membangun masyarakat madani merupakan bagian dari upaya melewati masa transisi menuju demokrasi melalui pengembangan budaya politik demokratis. Jika budaya demokratis mengakar pada sanubari setiap warga negara, cita-cita akan adanya civil society yang kuat dan efektif dapat diwujudkan.

Dalam pelaksanaannya, asas demokrasi ternyata diterapkan secara berbeda antara negara yang satu dengan yang lainnya meskipun sumber ajaran demokrasi tersebut adalah sama. Hal itu disebabkan penerapan asas demokrasi suatu negara sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, falsafah bangsa, dan latar sejarah bangsa itu sendiri.

Padahal, secara universal, nilai-nilai masyarakat madani merupakan sebuah aspirasi kebebasan yang bergejolak di dalam diri seluruh umat manusia. Tidak akan ada yang dapat membendung jika kesadaran itu telah menuju titik akumulatif. Berbagai tekanan yang bertemu dengan kesadaran politik, pada akhirnya akan mendorong lahirnya gelombang tuntutan perubahan. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila tumbangnya rezim orde baru lebih disebabkan karena tekanan yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat.

Jadi, pertemuan antara tekanan politik dan kesadaran politik telah menjadi harapan bagi Indonesia untuk mewujudkan masyarakat madani yang diharapkan menjadi jalan terwujudnya kesejahteraan Indonesia. Setelah jalan mewujudkan masyarakat madani terbuka, tugas berat berikutnya bagi bangsa Indonesia adalah mengoptimalkan masyarakat madani tersebut untuk mencapai kesejahteraan sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi Indonesia.

Ryaas Rasyid (1997: 26) mengemukakan bahwa untuk membangun pemerintahan yang demokratis atau mengakhiri dominasi sistem otoriter, perlu terlebih dahulu  dibangun masyarakat madani. Asumsi ini berpijak pada keyakinan bahwa hanya dengan melalui penciptaan masyarakat madani maka peluang bagi munculnya otoritarianisme dapat dicegah dan kemungkinan meledaknya revolusi sosial dapat dicegah.

Soeseno mengemukakan bahwa terwujudnya masyarakat madani sebagian berjalan dengan sendirinya, tetapi sebagian juga tergantung pada keputusan-keputusan politik di tingkat struktural. Karena itu perlu penciptaan kondisi yang kondusif, meliputi tiga hal berikut ini:

1.   Deregulasi ekonomi yang mengarah pada penghapusan hal-hal seperti kartel, monopoli, dominasi, dan sistem koneksi atas prestasi ekonomi.
2.   Keterbukaan politik.
3.   Perwujudan negara hukum secara efektif, termasuk jaminan hak-hak asasi manusia di dalamnya.

Pengaruh negara yang begitu kuat terhadap masyarakat selama puluhan tahun telah melemahkan kekuatan masyarakat madani yang ditandai dengan ketergantungan masyarakat terhadap negara. Dalam konteks upaya membangun masyarakat mandiri, gagasan masyarakat madani menurut A.S. Hikam, tidak dapat dipisahkan dengan demokratisasi, sebab salah satu syarat penting bagi demokrasi adalah berkembangnya partisipasi masyarakat sebagai karakteristik masyarakat madani.

Karenanya terbentuknya ruang-ruang publik sangat diperlukan untuk mengimbangi kekuatan negara. Berbagai ruang publik yang tumbuh subur pasca tumbangnya kekuasaan rezim orde baru melalui momentum reformasi 1998, harus menjadi titik balik untuk menciptakan keseimbangan antara domain negara dan domain lainnya, di mana masyarakat madani menjadi balancing force maupun morality force di tengah-tengahnya, sehingga terjadi hubungan yang sinergis dalam sebuah usaha bersama untuk kehidupan yang lebih baik.

0 Response to "Ciri-ciri Masyarakat Madani"

Posting Komentar