Pemilu yang relatif demokratis dan tertib pada
akhirnya berhasil dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999, yang diikuti sebanyak
48 partai politik. Melalui proses pemilu tersebut terpilihlah anggota DPR/MPR.
Dalam sidang MPR hasil pemilu 1999, Abdurrahman
Wahid (Gus Dur) terpilih sebagai presiden dan Megawati Soekarnoputri sebagai
wakil presiden. Di bawah kepemimpinan Gus Dur, pembangunan demokrasi
dilanjutkan dan dikembangkan secara luas. Beberapa reformasi diupayakan
penyelesaiannya, seperti:
a. pengadilan bagi para pejabat negara yang
melakukan KKN;
b. pemberian prinsip otonomi yang luas kepada daerah
otonom;
c. pengadilan bagi para pelaku pelanggaran hak asasi
manusia.
Pada masa reformasi ini juga terdapat peningkatan
prinsip-prinsip demokrasi yang penting, misalnya, adanya jaminan penegakan hak
asasi manusia dan dicabutnya larangan etnis Tionghoa untuk berpartisipasi dalam
politik dan budaya. Berkat kebijakan-kebijakan tersebut, maka tumbuh suburlah
lembaga-lembaga swadaya masyarakat di bidang kemanusiaan. Etnis Tionghoa pun
mulai dapat berpartisipasi aktif dalam dunia politik, serta dapat merayakan Imlek
(hari raya kaum Tionghoa) karena hari raya Imlek secara resmi diakui dan ditetapkan
oleh pemerintah.
Pada bulan Juli 2001 melalui Sidang Istimewa MPR,
Presiden Abdurrahman Wahid dicopot dari jabatannya sebagai presiden dan
digantikan oleh wakilnya saat itu, yaitu Megawati Soekarnoputri. Jabatan wakil
presiden sendiri akhirnya dipegang oleh Hamzah Haz. Megawati Soekarnoputri dan
Hamzah Haz membentuk Kabinet Gotong
Royong untuk menyelenggarakan pemerintahan yang berlangsung dari tahun 2001
sampai dengan 2004. Pada masa itu, tuntutan dan
aspirasi demokrasi masih banyak disuarakan oleh
masyarakat.
Pelaksanaan demokrasi yang sangat penting pada masa
reformasi ini adalah adanya perubahan terhadap UUD RI Tahun 1945 sebanyak empat
kali. Dengan perubahan tersebut, berarti keseluruhan lembaga negara dan
mekanisme penyelenggaraan negara disesuaikan dan berdasarkan pada UUD RI Tahun
1945 yang telah diubah. Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz
resmi berakhir pada tahun 2004. Di akhir kepemimpinannya, duet pemimpin
tersebut banyak meninggalkan masalah yang belum terselesaikan.
Masalah yang paling menonjol adalah merebaknya aksi
terorisme di Indonesia pada masa itu. Sementara itu, setelah melalui dua
tahapan pemilihan umum secara langsung, terpilihlah Susilo Bambang Yudoyono
(SBY) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai presiden dan wakil presiden untuk masa bakti
2004 – 2009. Selama kepemimpinan SBY dan JK ini, proses demokratisasi banyak
mengalami ujian dan hambatan. Berbagai kasus pelanggaran hak asasi manusia
banyak terjadi di Indonesia.
Salah satu kasus
yang mencuat adalah terbunuhnya aktivis HAM, yaitu Munir. Sampai sekarang kasus
tersebut belum terselesaikan secara hukum di pengadilan. Di samping itu,
kebebasan yang dimiliki oleh warga negara, kadang sering disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi atau golongan. Hal ini menimbulkan kehidupan rakyat menjadi
terpuruk, karena banyak kalangan elit politik (penguasa) yang lebih
mementingkan partai dan golongannya daripada kepentingan rakyat secara luas.
Demokrasi mengalami perkembangan yang luas di zaman
Gus Dur dan Megawati. Cerdas dan Kritis Di sisi lain, banyak juga keberhasilan
yang dicatat selama pemerintahan SBYJK tersebut. Di antaranya adalah
berakhirnya perseteruan antara TNI dengan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di meja
perundingan yang menghasilkan kesepakatan damai. Berbagai kerusuhan di daerah
juga dapat dipadamkan melalui dialog antartokoh agama di daerah tersebut. Aksi
terorisme yang marak terjadi juga dapat dikikis tahap demi tahap, terbukti
dengan terbunuh dan tertangkapnya beberapa tokoh teroris oleh aparat negara.
Pada pemilu berikutnya, yaitu tahun 2009,
berlangsung pemilu satu putaran yang kembali memilih Susilo Bambang Yudoyono
sebagai presiden Indonesia. Adapun wakil presidennya dijabat oleh Boediono
(mantan Gubernur Bank Indonesia 2004 – 2009). Akhir tahun 2009 hingga awal
tahun 2010, berbagai permasalahan politik dan demokrasi menerpa pemerintahan
SBY-Boediono tersebut. Banyaknya aksi demonstrasi yang menyuarakan aspirasi
dari berbagai
pihak mulai bermunculan, baik tujuannya mendukung
atau menolak pemerintahan yang dipimpin SBY-Boediono tersebut. Konflik
kepentingan politik di kalangan elit mulai tumbuh subur.
Berbagai kepentingan politik yang ‘mengatasnamakan’ kepentingan
rakyat mulai muncul seakan-akan tidak terkendali. Salah satu kasus politik yang
paling menghebohkan adalah adanya dugaan skandal Bank Century yang melibatkan
wakil presiden dan salah seorang menteri di jajaran kabinet. Bahkan DPR pun
sampai mengajukan hak angket untuk membongkar skandal Bank Century.
Hingga sekarang kasus tersebut belum terselesaikan secara transparan. Hal ini dikarenakan adanya tarik-ulur kepentingan-kepentingan politik di kalangan penguasa dalam penyelesaiannya. Akibatnya, rakyatlah yang kembali menjadi korban peperangan politik tersebut.
Hingga sekarang kasus tersebut belum terselesaikan secara transparan. Hal ini dikarenakan adanya tarik-ulur kepentingan-kepentingan politik di kalangan penguasa dalam penyelesaiannya. Akibatnya, rakyatlah yang kembali menjadi korban peperangan politik tersebut.
0 Response to "Pelaksanaan Demokrasi di Masa Reformasi"
Posting Komentar