Edukasippkn.com - Pembuatan perjanjian, baik
bilateral maupun multilateral, biasanya melalui beberapa tahapan. Berikut ini
pembahasan tahapan-tahapan tersebut.
a.
Tahap perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama
antara pihak/negara tentang objek sesuatu yang sebelumnya belum pernah diadakan
perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau
pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Menurut
tata cara yang berlaku, suatu perundingan dapat diwakili dengan membawa surat
kuasa penuh (full power).
Surat kuasa penuh adalah surat dokumen yang
dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang dalam suatu negara, untuk menentukan
seorang pejabat yang mewakili negara tersebut, baik mengadakan perundingan,
menerima, maupun mengesahkan suatu naskah perjanjian, atau menyatakan
persetujuan negara untuk terikat pada perjanjian tersebut. Perundingan dapat
juga diwakili oleh kepala pemerintahan, menteri luar negeri, dan duta besar.
Bagi mereka ini tidak diharuskan menunjukkan surat kuasa penuh. Perundingan
dalam perjanjian bilateral biasanya disebut talk, sedangkan perundingan dalam
rangka perjanjian multilateral disebut diplomasi
conference atau konferensi.
b.
Tahap penandatanganan (signature)
Lazimnya, penandatanganan dilakukan oleh para
menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral,
penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah apabila dua per tiga suara
peserta yang hadir memberikan suara, kecuali ditentukan lain. Namun, perjanjian
belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negara sebelum diratifikasi oleh masing-masing
negaranya atau perjanjian akan berlaku setelah ditandatangani pada tanggal
waktu diumumkan atau mulai berlaku pada tanggal yang ditentukan pada perjanjian
itu sendiri.
c.
Tahap pengesahan (ratification)
Setelah perjanjian ditandatangani oleh wakil-wakil
negara yang turut serta dalam perundingan, naskah perjanjian itu dibawa ke
masing-masing negara untuk dipelajari, apakah isi/materi sudah memenuhi
kehendak atau tidak atau apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh tidak
melampaui batas-batas wewenangnya.
Jika isi/materi itu telah dianggap memenuhi atau
sesuai dengan kepentingan nasional dari negara yang bersangkutan, maka negara
dengan persetujaun Badan Perwakilan Rakyat mengesahkan atau menguatkan perjanjian
yang yang telah ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh itu.
Tindakan pengesahan/penguatan disebut ratifikasi Pada
intinya, ratifikasi mengandung dua pengertian, yaitu sebagai berikut:
1) Persetujuan secara formal terhadap perjanjian yang mengeluarkan kewajiban-kewajiban
internasional setelah ditandatangani.
2) Persetujuan terhadap rencana perjanjian supaya menjadi suatu perjanjian yang
berlaku bagi masing-masing negara peserta.
Tujuan dilakukan ratifikasi adalah memberi
kesempatan kepada negara-negara peserta guna mengadakan perjanjian serta
pengamatan secara saksama, apakah negaranya dapat diikat oleh perjanjian itu
atau tidak. Ratifikasi sebagai suatu tindakan dari negara untuk menguatkan atau
mengesahkan isi perjanjian yang telah ditandatangani. Hal tersebut melalui prosedur
yang berlaku di masing-masing negara. Prosedur ratifikasi ada dua tahap, yaitu
sebagai berikut:
1) Penandatanganan naskah perjanjian oleh badan eksekutif, kemudian disampaikan
kepada legislatif untuk meminta persetujuan.
2) Selanjutnya oleh badan eksekutif dibuat piagam ratifikasi. Bagi perjanjian
bilateral, diadakan pertukaran piagam ratifikasi. Sedangkan perjanjian multilateral,
piagam ratifikasi diserahkan kepada pihak (negara) penyimpan yang telah
ditentukan dalam perjanjian.
Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional
antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi
internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum
yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional
lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional
dilakukan berdasarkan undang-undang. Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya
perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000.
Dalam Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2000 itu disebutkan bahwa
pembuatan pembuatan perjanjian internasional antara Pemerintah RI dengan negara
lain dan organisasi internasional dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan
itikad baik.
Selain itu, Pemerintah RI berpedoman pada
kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan,
saling menguntungkan, dan memerhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional
yang berlaku.
Dalam undang-undang itu ditegaskan pula bahwa pembuatan
perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan,
perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan. Kemudian diikuti dengan
pengesahan perjanjian internasional, jika memang dipersyaratkan oleh perjanjian
internasional tersebut.
0 Response to "Proses / Tahapan Pembuatan Perundingan / Perjanjian Internasional Bilateral & Multilateral"
Posting Komentar