Edukasippkn.com - Seluruh kegiatan dalam hubungan
antarbangsa/antarnegara pada hakikatnya adalah diplomasi, yaitu usaha
memelihara hubungan antarnegara.
Kegiatan diplomasi dilaksanakan oleh para diplomat,
yaitu orang-orang yang menjadi wakil resmi suatu negara dalam hubungan resmi
dengan negara lain. Para diplomat tersebut dalam mengadakan hubungan
internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perwakilan dalam arti politik
(dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik) dan perwakilan dalam arti nonpolitik
(dilaksanakan oleh perwakilan konsuler).
Dalam menjalankan tugasnya, para wakil resmi suatu
negara tersebut memiliki kekebalan diplomatik.
1.
Perwakilan Diplomatik
a.
Pembukaan Perwakilan Diplomatik
Proses pembukaan perwakilan/wakil-wakil diplomatik
antarnegara, secara garis besar melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1) Kedua belah pihak/negara melakukan kegiatan pendahuluan, diawali dengan
tukar menukar informasi tentang kemungkinan dibukanya perwakilan diplomatik.
Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kepala negara atau departemen luar negeri
masing-masing.
2) Masing-masing pihak kemudian mengajukan permohonan persetujuan
(agreement) untuk menempatkan duta besar/duta yang dicalonkan oleh
masing-masing pihak/negara. Hal ini belum tentu membuat setiap pencalonan
tersebut dapat diterima oleh negara yang bersangkutan, karena akan tergantung
kepada penilaian negara yang akan menerimanya. Apabila dianggap persona
nongrata, maka biasanya calon tersebut ditolak. Dengan demikian, harus diajukan
calon lain sampai mendapat persetujuan.
3) Setelah ada persetujuan kedua belah pihak untuk mendapatkan diplomat, mereka
(diplomat) itu menerima surat kepercayaan (letre de creance) dari departemen
luar negeri negara masing-masing, yang telah ditandatangani oleh kepala negara.
Surat kepercayaan itu menerangkan kebenaran identitas calon diplomat tersebut.
Di samping itu, surat kepercayaan tersebut merupakan dokumen resmi.
4) Para penerima surat kepercayaan (diplomat) harus menemuai
direkturprotokol departemen luar negeri untuk memperoleh keterangan ketentuan apa
yang mereka lakukan saat bertugas.
5) Penyerahan surat kepercayaan diplomat kepada pihak/negara yang akan menerima.
Surat kepercayaan tersebut kemudian diserahkan langsung kepada kepala negara
tempat bertugas. Sedangkan surat kepercayaan kuasa usaha, diberikan kepada
menteri luar negeri tempat bertugas.
Dalam upacara penyerahan surat kepercayaan tersebut,
diplomat (duta besar) mengucapankan pidato di hadapan kepala negara yang
menerima mereka. Isi pidato tersebut harus sudah diketahui oleh menteri luar
negeri yang bersangkutan. Meskipun demikian, dalam kenyataannya terdapat banyak
kesukaran, terutama bagi negara-negara kecil. Alasannya adalah sebagai berikut:
1) Bagi negara-negara kecil terlalu besar biayanya yang harus ditanggung, juga
kurangnya personal-personal yang terampil untuk mengembangkan tugas misi
diplomatik ataupun konsuler.
2) Negara-negara kecil tersebut mungkin hanya memiliki sedikit kepentingan saja
yang harus dilindungi di negara penerima yang bersangkutan.
3) Keengganan untuk membuka perwakilan diplomatik atau konsuler secara tetap
di beberapa negara tertentu.
b.
Pengangkatan dan penerimaan Perwakilan Diplomatik
Menurut Oppenhein, hukum internasional tidak
menentukan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat
diangkat menjadi duta atau konsul. Semua persyaratan ditentukan sendiri oleh
tiap-tiap negara.
Namun menurut Sir H. Nicholson dalam bukunya
Diplomacy menyebutkan bahwa seorang diplomat harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1) Kejujuran (truthfulness).
2) Ketelitian (precision).
3) Ketenangan (calm).
4) Temperamen yang baik (good temper).
5) Kesabaran dan kesederhanaan (patience).
6) Kesetiaan (loyalty).
Seseorang yang dicalonkan untuk menjadi kepala misi
diplomatik dari negara pengirim terlebih dahulu harus mengusahakan persetujuan
dari negara penerima.
Feltham R.G. menyatakan, bahwa seorang duta besar
dianggap mewakili kepala negara pengirim, tetapi adakalanya negara penerima
menolak dan tidak setuju akan pengangkatan duta yang dicalonkan. Setiap negara
berhak untuk menolak suatu perwakilan diplomatik. Jika terjadi penolakan, maka negara
penerima tidak diharuskan untuk memberitahukan alasan penolakan tersebut kepada
negara pengirim. Negara pengirim dapat mengajukan calon lain. Akan tatapi,
kadangkadang negara pengirim tetap membiarkan jabatan itu kosong beberapa lama,
dan tugasnya diserahkan kepada kuasa (charge d’affairs ad interim).
Selanjutnya apabila negara penerima menyetujuinya,
maka duta tersebut dapat datang ke negara penerima dengan membawa surat
kepercayaan yang sudah disegel dan sebuah salinan harus diberikan kepada kepala
negara penerima. Selain surat kepercayaan tersebut, duta tersebut juga membawa
dokumen-dokumen lainnya. Pengangkatan wakil-wakil diplomat dapat diperinci
dalam dua kategori berikut:
1) Duta keliling, dimulai pada abad pertengahan yang sifatnya ad hoc. Perwakilan
keliling bertugas sebagai delegasi ke konferensi internasional. Di samping itu,
perwakilan keliling ini diakreditasikan pada perwakilan tertentu, dengan tugas
mengadakan suatu perundingan khusus tentang masalah tertentu.
2) Duta tetap, dimulai pada abad 15 oleh negara Italia. Dengan adanya kedutaan
tetap, maka misi diplomatik secara tetap juga telah resmi berlangsung antara
negara-negara sampai sekarang.
c.
Klasifikasi Perwakilan Diplomatik
1) Klasifikasi menurut Kongres Wina 1815 Ali Sastoamidjojo menyatakan bahwa,
Kongres Wina tanggal 19 Maret 1815 menyetujui dibentuknya tiga kelas pejabat
diplomatik. Berikut ini tiga kelas pejabat diplomatik tersebut.
a) Duta besar serta perwakilan kursi suci (ambasador papa lagates nuncios).
b) Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (envoy extra ordinary and minister plenipotentiary).
c) Kuasa usaha (charge d’affairs).
Duta besar serta perwakilan kursi suci (ambassador papa lagates nuncios) adalah
bukan sebagai wakil pribadi kepala negara. Oleh karena itu, mereka tidak berhak
untuk mengadakan pertemuan dengan kepala negara secara pribadi, meskipun
menurut kebiasaan dapat berunding dengan kepala negara. Duta besar luar biasa
dan berkuasa penuh berhak atas titel exellency berdasarkan komitas belaka. Kuasa
usaha (charge d’affairs) tidak
ditempatkan oleh kepala negara pengirim kepada kepala negara penerima, tetapi
ditempatkan oleh menteri luar negeri pengirim kepada menteri luar negeri
penerima.
2) Klasifikasi menurut Kongres Aix La Chapelle 1818 Pada tanggal 21 Nopember
1818 diadakan kongres Aix La Chapelle yang dikenal sebagai “Kongres Achen”. Kongres
ini dilaksakan tiga tahun setelah Kongres Wina I. Kongres Achen ini
menghasilkan suatu protokol yang dikenal sebagai “Protokol Achen”. Protokol
Achen merupakan appendix amandemen pada akta final yang mengatur masalah
pangkat jabatan diplomatik. Urut-urutan pangkat diplomatik menurut Kongres Aix
La Chapelle adalah sebagai berikut:
a) Ambasador and legates, or nuncios.
b) Envoy and minister plenipotentiory.
c) Charge d’affaires.
Menurut Oppenheim, yang disebut nuncios adalah
klasifikasi pangkat diplomatik dari tahta suci (Vatikan) pada tingkat kedutaan
besar, sedangkan yang disebut inter nuncios adalah klasifikasi pangkat diplomatik
pada tingkat kedutaan (logation). Internuncios ini sama dengan envoys minister
plenipotentiory.
3) Klasifikasi Perwakilan Diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 Dalam Pasal
14 Konvensi Wina, ditentukan bahwa kepala-kepala misi diplomatik dibedakan
menjadi tiga kelas. Berikut ini adalah kelas-kelas tersebut.
a) Ambasador atau nuncios, diakreditasikan pada kepala negara dan kepala
misi lain yang sederajat.
b) Envoys, minister, dan internuncios, diakreditasikan kepada kepala negara.
c) Charge d’affairs, diakreditasikan kepada menteri luar negeri.
Dalam prosesnya, tidak akan diadakan pembedaan di
antara kepala-kepala perwakilan berdasarkan kelasnya, kecuali mengenai urutan kehadiran
dan etiket.
0 Response to "Macam-macam Jenis Perwakilan Negara Indonesia di Luar Negeri"
Posting Komentar