Edukasippkn.com - Pada awal tahun 1950-an, situasi
dunia mulai genting dengan adanya adu kekuatan antara blok Barat yang dipimpin
oleh Amerika Serikat dengan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Kedua negara besar tersebut ingin memasukkan
pengaruhnya pada negara lain, terutama negara berkembang. Pada saat itu,
negara-negara di dunia memang terpengaruh oleh blok Amerika Serikat dan blok
Uni Soviet yang mulai memasuki era Perang Dingin.
Konferensi Asia-Afrika pertama kali diadakan di
Bandung tahun 1955 oleh negara-negara Asia dan Afrika yang merupakan bekas
negara-negara jajahan. Sebelumnya diadakan pertemuan atau Konferensi Colombo
pada tanggal 28 April 1954 oleh lima negara, yaitu Pakistan, India, Burma
(sekarang Myanmar), Srilanka, dan Indonesia yang dilanjutkan dengan pertemuan
Bogor. Hasil pertemuan Bogor oleh kelima
negara adalah penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KTT
Asia-Afrika) atau juga disebut Konferensi Bandung adalah sebuah konferensi
tingkat tinggi antara negara-negara Asia dan Afrika. KTT Asia-Afrika tahun 1955
ini diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar, Srilanka, India, dan Pakistan. KTT
ini dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Roeslan Abdulgani.
Pertemuan berlangsung antara 18 April – 24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung,
Indonesia.
Tujuan konferensi adalah mempromosikan kerja sama
ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau
neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Ada 29 negara yang mengirimkan wakilnya untuk mengikuti acara besar tersebut.
Negara-negara kolonial Barat pada umumnya meragukan kemampuan
negara-negara baru itu untuk menyelenggarakan suatu konferensi politik. Akan
tetapi, sambutan-sambutan dan dorongan-dorongan positif telah terdengar dari pihak
negara-negara sosialis. Dengan semakin kuatnya usaha negara-negara sosialis dan
negara-negara lain untuk menonjolkan peaceful-coexistence, maka terbentuklah
agenda Konferensi Asia-Afrika. Lima pokok acara yang dibicarakan dalam
konferensi tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kerja sama ekonomi.
2) Kerja sama budaya.
3) Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri, termasuk di antaranya
soal Palestina dan rasialisme.
4) Masalah-masalah bangsa-bangsa yang tidak merdeka, termasuk di antaranya
soal Irian Barat dan Afrika Utara.
5) Masalah perdamaian dunia dan kerja sama internasional, termasuk di antaranya
beberapa aspek tentang PBB, soal co-existence (hidup berdampingan) masalah
Indo-Cina, Aden, serta masalah pengurangan persenjataan (disarmament) serta
masalah-masalah senjata pemusnah massal.
Dalam pidato pembukaannya mengenai keadaan dunia,
Presiden Soekarno mengingatkan antara lain bahwa kolonialisme belum mati.
Pidato-pidato sambutan, baik dari Indonesia maupun dari para ketua delegasi
negara peserta selain telah menimbulkan suasana yang membesarkan semangat persaudaraan
dan persahabatan di antara para peserta konferensi, juga merupakan suatu
pernyataan lahirnya Asia-Afrika yang baru. Sesuai dengan keterangan pemerintah
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sementara pada tanggal 14 Juni 1955 mengenai
hasil-hasil Konferensi Asia-Afrika, antara lain dikemukakan sebagai berikut:
1) Konferensi dapat mengelakkan diri menjadi medan pertentangan Perang Dingin.
2) Beberapa ketegangan yang timbul di beberapa bagian Benua Asia-Afrika dapat
diredakan.
3) Konferensi dapat menerima cara pendekatan tradisional bangsa Indonesia,
yaitu musyawarah dan mufakat.
4) Sistem musyawarah dan mufakat ternyata dapat diterapkan pada konferensi
tersebut dengan hasil yang baik.
Pada akhir konferensi dihasilkan beberapa dokumen,
yaitu Basic Paper on Racial Discrimination dan Basic Paper on Radio Activity.
Keduanya dianggap sebagai bagian dari keputusan konferensi yang dikenal dengan
nama Dasasila Bandung. Dengan berkumpulnya 29 negara Asia-Afrika yang memiliki
aneka warna dasar hidup kemasyarakatan, perekonomian, ketatanegaraan,
sebenarnya telah diperlihatkan co-existence secara damai. Adapun isi Dasasila
Bandung adalah sebagai berikut:
1) Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat
di dalam Piagam PBB.
2) Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
3) Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar
ataupun kecil.
4) Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam soal-soal dalam
negeri negara lain.
5) Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara
sendirian ataupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
6) Tidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak
bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, dan tidak
melakukan campur tangan terhadap negara lain.
7) Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan
terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8) Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti
perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hukum, ataupun
lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang
sesuai dengan Piagam PBB.
9) Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
10) Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Sedangkan manfaat Konferensi Asia-Afrika bagi
bangsa-bangsa di Asia dan Afrika adalah sebagai berikut:
1) Merupakan titik kulminasi dari solidaritas di kalangannya.
2) Awal kerja sama baru dan pemberian dukungan yang lebih tegas terhadap perjuangan
kemerdekaan.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, manfaat Konferensi
Asia-Afrika adalah membawa keuntungan seperti berikut:
1) Ditandatanganinya persetujuan dwi kewarganegaraan antara Indonesia dan
RRC. Seorang yang memegang dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu, yaitu
menjadi negara Indonesia atau RRC. Warga negara yang tidak memilih dapat
mengikuti kewarganegaraan ayahnya.
2) Memperoleh dukungan berupa putusan Konferensi Asia-Afrika mengenai perjuangan
merebut Irian Barat.
0 Response to "Sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA)"
Posting Komentar