Sengketa internasional dapat berujung pada perang
ataupun bukan perang. Suatu sengketa internasional dapat digolongkan menjadi
perang atau bukan perang didasarkan pada luas atau dalamnya sengketa itu
sendiri, niat para pihak yang bersengketa, dan sikap serta reaksi pihak-pihak
yang tidak bersengketa.
Apabila ada tindakan-tindakan kekuatan yang
dilokalisir atau bersifat terbatas, maka hal tersebut mengindikasikan bukan
perang. Jika hanya menyangkut dua negara yang bersengketa, dapat dianggap tidak
bersifat perang karena tidak melibatkan negara lain. Namun, apabila pihak yang
bersengketa menjadi makin meluas, dalam arti menyangkut hak dan kepentingan
beberapa negara yang diabaikan, maka dapat dianggap adanya perang.
1.
Penyelesaian Sengketa Internasional
Secara Damai
Timbulnya sengketa internasional memerlukan cara
penyelesaian. Penyelesaian sengketa internasional dengan cara yang
seadil-adilnya, bagi para pihak merupakan dambaan masyarakat internasional.
Untuk itu, Konvensi The Hague 1899 dan 1907 tentang Penyelesaian secara Damai
Sengketa-sengketa Internasional dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,
memberikan acuan cara-cara penyelesaian sengketa internasional.
Secara umum, ada dua cara penyelesaian sengketa
internasional, yakni penyelesaian secara damai dan penyelesaian secara paksa
atau kekerasan apabila penyelesaian secara damai gagal terlaksana.
Penyelesaian sengketa internasional secara damai
merupakan penyelesaian tanpa paksaan atau kekerasaan. Cara-cara penyelesaian
secara damai meliputi arbitrase; penyelesaian yudisial; negosiasi, jasa-jasa
baik, mediasi, konsiliasi, penyelidikan; dan penyelesaian di bawah naungan
organisasi PBB.
Pembedaan cara-cara tersebut tidak berarti bahwa
proses penyelesaian sengketa internasional satu sama lain saling terpisah
secara tegas, melainkan ada kemungkinan antara cara yang satu dengan yang lain
saling berhubungan.
a.
Arbitrase
Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa secara
damai. Proses ini dilakukan dengan cara menyerahkan penyelesaian sengketa
kepada orang-orang tertentu, yaitu arbitrator. Mereka dipilih secara bebas oleh
para pihak yang bersengketa. Mereka itulah yang memutuskan penyelesaian
sengketa, tanpa terlalu terikat pada pertimbangan-pertimbangan hukum. Pengadilan-pengadilan
arbitrase semestinya berkewajiban untuk menerapkan hukum internasional. Namun,
pengalaman di lapangan hukum internasional menunjukkan adanya kecenderungan
yang berbeda. Beberapa sengketa yang menyangkut masalah hukum seringkali
diputuskan berdasarkan kepatutan dan keadilan (ex aequo et bono).
Dalam proses arbitrase ada prosedur tertentu yang
harus ditempuh. Bila terjadi sengketa antara dua negara dan mereka menghendaki
penyelesaian melalui Permanent Court of Arbitration, maka mereka harus
mengikuti prosedur tertentu. Prosedur tersebut harus ditaati dan dilaksanakan berdasarkan
kaidah-kaidah hukum internasional. Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Masing-masing negara yang bersengketa tersebut menunjuk dua arbritator.
Salah seorang di antaranya boleh warga negara mereka sendiri, atau dipilih dari orang-orang yang
dinominasikan oleh negara itu sebagai anggota penel mahkamah arbitrasi.
2) Para arbritator tersebut kemudian memilih seorang wasit yang bertindak sebagai
ketua dari pengadilan arbritasi tersebut.
3) Putusan diberikan melalui suara terbanyak. Dengan demikian, arbritase
pada hakikatnya merupakan suatu konsensus atau kesepakatan bersama di antara
para pihak yang bersengketa. Suatu negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa ke
muka pengadilan arbritase, kecuali jika mereka setuju untuk melakukan hal
tersebut.
b.
Penyelesaian yudisial
Penyelesaian yudisial adalah suatu penyelesaian
sengketa internasional melalui suatu pengadilan internasional yang dibentuk
sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan kaidah-kaidah hukum. Lembaga pengadilan
internasional yang berfungsi sebagai organ penyelesaian yudisial dalam masyarakat
internasional adalah International Court
of Justice.
c.
Negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, dan penyelidikan
Negosiasi, jasa-jasa baik, mediasi, konsiliasi, dan
penyelidikan adalah cara-cara penyelesaian yang kurang begitu formal
dibandingkan dengan penyelesaian yudisial ataupun arbritase.
1)
Negosiasi
Cara negosiasi sering diadakan dalam kaitannya
dengan jasa-jasa baik (good offices) atau mediasi. Kecenderungan yang
berkembang dewasa ini menunjukkan, sebelum dilaksanakan negosiasi, ada dua
proses yang telah dilakukan terlebih dahulu, yaitu konsultasi dan komunikasi. Tanpa
kedua media tersebut seringkali dalam beberapa hal negosiasi tidak dapat
berjalan.
2)
Jasa-jasa baik dan mediasi
Jasa-jasa baik dan mediasi merupakan cara
penyelesaian sengketa internasional di mana negara ketiga yang bersahabat dengan
para pihak yang bersengketa membantu penyelesaian sengketa secara damai.
Pihak-pihak yang menawarkan jasajasa baik atau mediator bisa berupa individu atau
juga organisasi internasional. Perbedaan antara jasa-jasa baik dan mediasi
adalah persoalan tingkat.
Dalam penyelesaian sengketa internasional dengan
menggunakan jasa-jasa baik, pihak ketiga menawarkan jasa-jasa untuk mempertemukan
pihak-pihak yang bersengketa. Selain itu, pihak tersebut mengusulkan (dalam
bentuk syarat umum) dilakukannya penyelesaian. Tetapi, ia sendiri secara nyata
tidak ikut serta dalam pertemuan. Demikian pula, ia tidak melakukan suatu
penyelidikan secara saksama atas beberapa
aspek dari sengketa tersebut.
Sebaliknya, dalam penyelesaian sengketa
internasional dengan menggunakan mediasi, pihak yang melakukan mediasi memiliki
suatu peran yang lebih aktif. Ia ikut serta dalam negosiasi serta mengarahkan pihak-pihak
yang bersengketa sedemikian rupa sehingga penyelesaian dapat tercapai, meskipun
usulan-usulan yang diajukannya tidak berlaku mengikat terhadap para pihak yang
bersengketa. Ruang lingkup jasa-jasa baik dan mediasi sebenarnya agak terbatas. Dalam kedua metode tersebut ada kekurangan
prosedur untuk melakukan penyelidikan atas fakta hukum secara mendalam. Oleh
karena itu, di masa mendatang, kemungkinan besar kedua metode tersebut akan menjadi
semacam langkah pendahuluan atau sebagai bantuan terhadap cara penyelesaian
khusus, seperti konsiliasi, penyelidikan, dan penyelesaian melalui PBB.
3)
Konsiliasi
Istilah konsiliasi mempunyai arti yang luas dan
sempit. Dalam pengertian luas, konsiliasi mencakup berbagai ragam metode di mana
suatu sengketa diselesaikan secara damai dengan bantuan negara-negara lain atau
badan-badan penyelidik dan komite-komite penasihat yang tidak berpihak. Dalam
pengertian sempit, konsiliasi adalah suatu penyelesaian sengketa internasional
melalui sebuah komisi. Komisi tersebut membuat laporan beserta usul kepada para
pihak yang bersengketa tentang penyelesaian sengketa. Usulan tersebut tidak
memiliki sifat mengikat.
Komisi konsiliasi diatur dalam Konvensi The Hague
1899 dan 1907 untuk Penyelesaian Damai Sengketa-sengketa
Internasional. Komisi tersebut dapat dibentuk melalui perjanjian khusus antara
para pihak yang bersengketa. Tugas komisi tersebut adalah menyelidiki serta
melaporkan fakta, dengan ketentuan bahwa isi laporan itu bagaimanapun tidak mengikat
para pihak dalam bersengketa.
4)
Penyelidikan
Penyelidikan sebagai suatu cara menyelesaiakan
sengketa secara damai yang dilakukan dengan tujuan menetapkan suatu fakta yang
dapat digunakan untuk memperlancar suatu perundingan. Kasus yang sering diselesaikan
dengan bantuan metode ini umumnya adalah kasus-kasus yang berkaitan dengan
sengketa batas wilayah suatu negara. Untuk itu Komisi Penyelidik dibentuk untuk
menyelidiki fakta sejarah dan geografis menyangkut wilayah yang disengketakan.
d.
Penyelesaian di bawah naungan organisasi PBB
Organisasi PBB yang dibentuk pada tahun 1945
didirikan sebagai pengganti Liga Bangsa-Bangsa. Organisasi ini telah mengambil
alih sebagian besar tanggung jawab untuk menyelesaikan sengketa-sengketa
internasional. Salah satu tujuan organisasi itu adalah menyelesaikan
perselisihan antarnegara. Melalui pasal 2 Piagam PBB, anggota-anggota PBB harus
berusaha menyelesaikan sengketa-sengketa mereka melalui cara-cara damai dan
menghindarkan ancaman perang atau penggunaan kekerasan.
Sehubungan dengan penyelesaian sengketa
internasional, tanggung jawab penting beralih ke tangan Majelis Umum dan Dewan
Keamanan, sesuai dengan wewenang luas yang dipercayakan kepada keduanya.
Majelis Umum diberi wewenang merekomendasikan tindakan-tindakan untuk
penyelesaian damai atas suatu keadaan yang dapat mengganggu kesejahteraan umum
atau hubungan-hubungan persahabatan di antara bangsa-bangsa.
3.
Penyelesaian Sengketa Internasional secara Paksa atau Kekerasan
Edukasippkn.com - Adakalanya para pihak yang
terlibat dalam sengketa internasional tidak dapat mencapai kesepakatan untuk
menyelesaikan sengketa tersebut secara damai. Apabila hal tersebut terjadi,
maka cara penyelesaian yang mungkin adalah dengan cara-cara kekerasan.
Cara-cara penyelesaian dengan kekerasan di
antaranyaadalah perang dan tindakan bersenjata nonperang; retorsi;
tindakan-tindakan pembalasan; blokade secara damai; intervensi.
a. Perang dan tindakan nonperang. Perang dan tindakan bersenjata nonperang
bertujuan untuk menaklukkan negara lawan dan untuk membebankan syarat-syarat
penyelesaian suatu sengketa internasional. Melalui cara tersebut, negara yang
ditaklukkan itu tidak memiliki alternatif lain selain mematuhinya.
b. Retorsi. Retorsi adalah pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap
tindakan-tindakan tidak pantas yang dilakukan oleh negara lain. Balas dendam
dilakukan dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat, yang
dilakukan oleh negara yang kehormatannya dihina. Misalnya, dengan cara
menurunkan status hubungan diplomatik, pencabutan privilege diplomatik, atau
penarikan diri dari kesepakatan-kesepakatan fiskal dan bea masuk.
c. Tindakan-tindakan pembalasan. Pembalasan adalah cara penyelesaian sengketa
internasional yang digunakan oleh suatu negara untuk mengupayakan diperolehnya
ganti rugi dari negara lain. Cara penyelesaian sengketa tersebut adalah dengan melakukan
tindakan pemaksaan kepada suatu negara untuk menyelesaikan sengketa yang
disebabkan oleh tindakan ilegal atau tidak sah yang dilakukan oleh negara
tersebut.
d. Blokade secara damai. Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang
dilakukan pada waktu damai. Kadang-kadang tindakan tersebut digolongkan sebagai
suatu pembalasan. Tindakan tersebut pada umumnya ditujukan untuk memaksa negara
yang pelabuhannya diblokade untuk menaati permintaan ganti rugi atas kerugian
yang diderita oleh negara yang memblokade.
e. Intervensi. Pengertian intervensi sebagai cara untuk menyelesaikan
sengketa internasional adalah tindakan campur tangan terhadap kemerdekaan
politik negara tertentu secara sah dan tidak melanggar hukum internasional. Ketentuan-ketentuan
yang termasuk dalam kategori intervensi sah adalah sebagai berikut:
1) Intervensi kolektif sesuai dengan Piagam PBB.
2) Intervensi untuk melindungi hak-hak dan kepentingan warga negaranya.
3) Pertahanan diri.
4) Negara yang menjadi objek intervensi dipersalahkan melakukan pelanggaran
berat terhadap hukum internasional.
4.
Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional
Edukasippkn.com - Persengketaan yang terjadi di
dunia internasional ada baiknya diselesaikan secara yudisial, meskipun
penyelesaian secara nonyudisial pun dapat dilakukan.
Adapun lembaga internasional yang bertugas
menyelesaikan sengketa internasional secara yudisial diemban oleh Mahkamah
Internasional.
a.
Dasar Hukum Proses Peradilan Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional memiliki lima aturan yang
menjadi dasar dan rujukan dalam proses persidangan. Kelima aturan tersebut
adalah:
1) Piagam PBB tahun 1945,
2) Statuta Mahkamah Internasional tahun 1945,
3) Aturan Mahkamah (Rules of the Court) tahun 1970,
4) Panduan Praktik (Practice Directions) I – IX, dan
5) Resolusi tentang Praktik Yudisial Internal Mahkamah (Resolution Concerning
the Internal Judicial Practice of the Court).
Di dalam Piagam PBB tahun 1945, dasar hukum yang
berkenaan dengan Mahkamah Internasional terdapat dalam Bab XIV tentang Mahkamah
Internasional yang terdiri atas lima pasal, yaitu Pasal 92-96. Sedangkan dalam statuta
Mahkamah Internasional, ketentuan mengenai proses beracara tercantum dalam Bab
III yang mengatur tentang prosedur, yang terdiri dari 26 pasal (Pasal 39-46).
Selain itu juga terdapat dalam Bab IV yang memuat tentang advisory opinion,
terdiri atas empat pasal (Pasal 65-68).
Sementara itu, Aturan Mahkamah (Rules of the Court)
tahun 1970 terdiri atas 108 pasal. Aturan ini dibuat pada tahun 1970 dan telah
mengalami beberapa kali amandemen. Adapun tentang Panduan Praktik (Practice Directions)
I – IX, ada sembilan panduan praktik yang dijadikan dasar proses beracara
Mahkamah Internasional. Panduan ini umumnya berkenaan dengan hal surat
pembelaan (written pleadings) dalam proses beracara di Mahkamah Internasional.
Sedangkan mengenai Resolusi tentang Praktik Yudisial Internal Mahkamah (Resolution
Concerning the Internal Judicial
Practice of the Court), resolusi ini terdiri atas 10
ketentuan tentang proses beracara di Mahkamah Internasional.
b.
Mekanisme persidangan Mahkamah Internasional
Secara umum, mekanisme persidangan Mahkamah Internasional
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu mekanisme normal dan mekanisme khusus.
1)
Mekanisme normal
Secara ringkas, mekanisme normal persidangan
Mahkamah Internasional dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:
a)
Penyerahan perjanjian khusus (notification of special agreement) atau aplikasi
(application)
Dalam hal ini, persidangan dimulai dengan penyerahan
perjanjian khusus antara kedua pihak yang bersengketa yang berisi penerimaan yurisdiksi
Mahkamah Internasional. Dalam perjanjian tersebut termuat identitas para pihak
yang bersengketa dan inti persengketaan. Namun, ada bentuk lain dalam proses
awal persidangan, yaitu dengan penyerahan aplikasi dari salah satu pihak yang
bersengketa. Dalam hal ini, aplikasi berisikan identitas pihak yang menyerahkan
aplikasi, identitas negara yang menjadi pihak lawan dalam sengketa, dan pokok
persoalan sengketa. Negara yang mengajukan aplikasi disebut applicant,
sedangkan pihak lawan disebut respondent. Adapun perjanjian khusus atau
aplikasi tersebut pada umumnya ditandatangani oleh wakil dan dilampiri surat
menteri luar negeri atau duta besar negara yang bersangkutan. Setelah diterima
oleh register Mahkamah Internasional, perjanjian khusus atau aplikasi tersebut
segera dikirimkan kepada kedua belah pihak yang bersengketa dan kepada negara-negara
anggota Mahkamah Internasional. Selanjutnya perjanjian khusus atau aplikasi tersebut
dimasukkan dalam Daftar Umum Mahkamah (Court’s General Lists), dilanjutkan
dengan siaran pers. Setelah didaftar, versi bahasa Inggris dan Perancis
dikirimkan kepada Sekretaris Jenderal PBB, negara yang mengakui yuridiksi MI,
dan setiap orang yang memintanya. Tanggal pertama kali perjanjian atau aplikasi
diterima oleh register merupakan tanggal dimulainya proses beracara di Mahkamah
Internasional.
b)
Pembelaan tertulis (written pleadings)
Dalam pembelaan ini, apabila tidak ditentukan oleh
para pihak yang bersengketa, maka pembelaan tertulis dapat berupa memori dan
tanggapan memori. Bilamana para pihak meminta diadakannya kesempatan
pertimbangan dan MI menyetujuinya, maka diberikan kesempatan untuk memberikan
jawaban. Memori umumnya berisi pernyataan fakta, hukum yang relevan, dan
penundukan (submissions) yang diminta. Sedangkan tanggapanmemori berisi argumen
pendukung atau penolakan atas fakta yang disebutkan di dalam memori, tambahan
fakta baru, jawaban atas pernyataan hukum memori, dan putusan yang diminta
(umumnya disertakan pula dokumen pendukung). Apabila kedua pihak yang
bersengketa tidak mengatur batasan mengenai lamanya waktu untuk menyusun memori
ataupun tanggapan memori, maka hal itu akan ditentukan secara sama oleh Mahkamah
Internasional. Demikian juga, apabila kedua belah pihak yang bersengketa tidak
menentukan bahasa resmi yang akan digunakan, maka hal itu akan ditentukan oleh
MI.
c)
Presentasi pembelaan (oral pleadings)
Setelah pembelaan tertulis diserahkan oleh para
pihak yang bersengketa, dimulailah presentasi pembelaan (oral pleadings). Tahap
ini bersifat terbuka untuk umum, kecuali bila para pihak menghendaki tertutup
dan disetujui oleh Mahkamah Internasional. Ada dua kali kesempatan bagi para
pihak yang bersengketa untuk memberikan presentasi pembelaannya di hadapan
Mahkamah Internasional. Proses ini umumnya berlangsung dua atau tiga minggu. Waktu
tersebut akan diperpanjang apabila Mahkamah Internasional menghendakinya.
d)
Keputusan (judgement)
Ada tiga kemungkinan yang menjadikan sebuah kasus
sengketa internasional dianggap selesai. Pertama, bilamana para pihak berhasil mencapai
kesepakatan sebelum proses beracara berakhir. Kedua, bilamana pihak applicant
atau kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk menarik diri dari proses
persidangan. Bilamana ini terjadil, maka secara otomatis kasus sengketa
tersebut dianggap selesai. Ketiga, bilamana Mahkamah Internasional telah memutus
kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dari keseluruhan proses persidangan
yang telah dilakukan.
Di akhir persidangan sebuah kasus sengketa, ada tiga
kemungkinan pendapat hakim Mahkamah Internasional, yaitu pendapat menyetujui
(declarations), pendapat berisi persetujuan walaupun ada perbedaan dalam
hal-hal tertentu (separate opinions), dan pendapat berisi penolakan (dissenting
opinion).
2)
Mekanisme khusus
Karena sebab-sebab tertentu, persidangan Mahkamah
Internasional bisa berlangsung secara khusus. Dalam arti, ada penambahan tahap-tahap
tertentu yang agak berbeda dari mekanisme normal sebagaimana diuraikan di atas.
Adapun sebab-sebab yang menjadikan persidangan sedikit berbeda dari mekanisme
normal, di antaranya sebagai berikut:
a)
Adanya keberatan awal (preliminary objection)
Adakalanya untuk mencegah agar Mahkamah
Internasional tidak membuat putusan, salah satu pihak dalam sengketa (respondent)
mengajukan keberatan. Keberatan awal diajukan oleh pihak responden karena MI
dianggap tidak mempunyai yurisdiksi, aplikasi yang diajukan tidak sempurna, dan
hal lain yang dianggap penting olehnya. Menghadapi keberatan awal ini, ada dua kemungkinan
yang bisa dilakukan oleh MI. Kemungkinan pertama, MI menerima keberatan awal
tersebut, lantas menutup kasus yang diajukan. Kemungkinan kedua, MI menolak
keberatan awal tersebut dan meneruskan proses persidangan.
b)
Ketidakhadiran salah satu pihak (non-appearance)
Ketidakhadiran salah satu pihak biasanya dilakukan
oleh pihak responden. Hal itu dilakukan karena menolak yurisdiksi MI. Ketidakhadiran
ini tidak menghentikan proses persidangan di MI. Persidangan tetap akan
dijalankan dengan mekanisme normal dan akhirnya akan diberikan putusan atas
sengketa tersebut.
c)
Putusan sela (provisional measures)
Adakalanya dalam proses persidangan terjadi hal-hal
yang dapat membahayakan subjek dari aplikasi yang diajukan. Bila hal itu
terjadi, pihak applicant dapat meminta MI agar membuat putusan sela untuk memberikan
perlindungan atas subjek aplikasi tersebut. Dalam hal ini, putusan sela dapat
berupa permintaan MI agar pihak responden tidak melakukan hal-hal yang dapat
mengancam efektivitas putusan Mahkamah Internasional.
d)
Beracara bersama (joinder proceedings)
Proses beracara bersama bisa dilakukan oleh MI. Hal
itu dimungkinkan bila MI menemukan fakta adanya dua pihak atau lebih dalam
proses beracara yang berbeda, yang mempunyai argumen dan tuntutan (petitum)
yang sama atas satu pihak lawan yang sama.
e)
Intervensi (intervention)
Ada kemungkinan dalam sebuah persidangan dilakukan intervensi.
Hal ini berarti, MI memberikan hak kepada negara lain yang tidak terlibat dalam
sengketa (non-disputant party) untuk melakukan intervensi atas sengketa yang
tengah disidangkan. Hak tersebut diberikan manakala negara yang tidak terlibat
dalam sengketa tersebut beranggapan bahwa ada kemungkinan nantinya ia bisa
dirugikan oleh adanya putusan MI atas masalah yang diajukanoleh para pihak yang
terlibat dalam sebuah sengketa.
0 Response to "Macam-Macam Jenis / Cara Penyelesaian Sengketa Internasional"
Posting Komentar