Manusia
oleh Tuhan Yang Maha Kuasa diberi kemampuan akal, perasaan dan indera agar bisa
membedakan benar dan salah, baik dan buruk, indah dan jelek.
Kemampuan-kemampuan
tersebut akan mengarahkan dan memimbing manusia dalam kehidupannya. Kemampuan
tersebut juga menjadikan manusia menjadi makhluk yang memiliki kebebasan untuk
menentukan pilihan tindakannya.
Oleh
karena kebebasan yang dimiliki oleh manusia itulah maka muncul konsep tentang
tanggung jawab. Kebebasan yang bertanggung jawab itu juga merupakan bagian dari
hak asasi manusia yang secara kodrati merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha
Esa. Pengingkaran akan kebebasan berarti pengingkaran pada martabat manusia.
Oleh karena itu, semua orang termasuk negara, pemerintah dan organisasi wajib
kiranya mengakui hak asasi manusia. Hak asasi bisa menjadi titik tolak dan
tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
(Bakry, 2009: 228).
Sebelum
berbicara tentang hak dan kewajiban negara dan warga negara menurut UUD 1945
perlu kiranya meninjau sedikit perkembangan hak asasi manusia di Indonesia.
Bagir Manan (2001) banyak dikutip juga oleh Bakry (2009) membagi perkembangan
pemikiran HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu periode sebelum kemerdekaan
(1908-1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang).
Periode
sebelum kemerdedaan dijumpai dalam organisasi pergerakan seperti Boedi Oetomo,
Perhimpunan Indonesia, Sarekat Islam, Partai Komunis Indonesia, Indische
Partij, Partai Nasional Indonesia, Pendidikan Nasional Indonesia dan Perdebatan
dalam BPUPKI. Adapun periode setelah kemerdekaan dibagi dalam periode 19451950,
1950-1959, 1959-1966, 1966-1998, 1998-sekarang.
Pada
periode sebelum kemerdekaan (1908-1945), terlihat pada kesadaran beserikat dan
mengeluarkan pendapat yang digelorakan oleh Boedi Oetomo melalui petisi-petisi
yang ditujukan kepada pemerintah kolonial Belanda.
Perhimpunan
Indonesia menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri (the right
of self determination), Sarekat Islam menekankan pada usaha-usaha untuk
memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi,
Partai Komunis Indonesia menekankan pada hak sosial dan menyentuh isu-isu terkait
dengan alat-alat produksi, Indische Partij pada hak mendapatkan kemerdekaan
serta perlakukan yang sama, Partai Nasional Indonesia pada hak politik, yaitu
hak untuk menentukan nasib sendiri, mengeluarkan pendapat, hak berserikat dan
berkumpul, hak persamaan dalam hukum dan hak turut dalam penyelengaraan negara
(Bakry, 2009: 243-244).
Dalam
sidang BPUPKI juga terdapat perdebatan hak asasi manusia antara Soekarno,
Soepomo, Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin terkait dengan masalah hak persamaan
kedudukan di muka hukum, pekerjaan dan penghidupan yang layak, memeluk agama
dan kepercayaan, berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan. (Bakry, 2009: 245). Dengan demikian, dinamika perkembangan hak asasi
manusia memiliki akar sejarah yang kuat di Indonesia karena berhimpitan dengan
realitas konkrit yang dialami bangsa Indonesia dalam menghadapi kolonialisme
dan imperialisme.
Adapun
setelah kemerdekaan, pada periode awal kemerdekaan (19451950) hak asasi manusia
sudah mendapatkan legitimasi yuridis dalam UUD 1945 meskipun pelaksanaannya
masih belum optimal. Atas dasar hak berserikat dan berkumpul memberikan
keleluasaan bagi pendirian partaipartai politik sebagaimana termuat dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945. Akan tetapi terjadi perubahan
mendasar terhadap sistem pemerintahan Indonesia dari Presidensial menjadi
parlementer berdasarkan Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 (Bakry,
2009: 245).
Pada
periode 1950-1959 dalam situasi demokrasi parlementer dan semangat demokrasi
liberal, semakin tumbuh partai politik dengan beragam ideologi, kebebasan pers,
pemilihan umum yang bebas, adil dan demokratis. Pemikiran tentang HAM juga
memiliki ruang yang lebar hingga muncul dalam perdebatan di Konstituante usulan
bahwa keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD. Pada periode 1959-1966, atas dasar
penolakan Soekarno terhadap demokrasi parlementer, sistem pemerintahan berubah
menjadi sistem demokrasi terpimpin. Pada era ini terjadi pemasungan hak asasi
sipil dan politik seperti hak untuk beserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pikiran dengan tulisan (Bakry, 2009: 247).
Periode
1966-1998 muncul gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM,
pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Gagasan tersebut
muncul dalam berbagai seminar tentang HAM yang dilaksanakan tahun 1967. Pada
awal 1970-an sampai akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, terjadi
penolakan terhadap HAM karena dianggap berasal dari Barat dan bertentangan
dengan paham kekeluargaan yang dianut bangsa Indonesia.
Menjelang
tahun 1990 muncul sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM
yaitu dengan dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM)
berdasarkan KEPRES No 50 tahun 1993 tanggal 7 Juni 1993 (Bakry, 2009: 249).
Periode
1998-sekarang, setelah jatuhnya rezim Orde Baru terjadi perkembangan luar biasa
pada HAM. Pada periode ini dilakukan pengkajian terhadap kebijakan pemerintah
Orba yang berlawanan dengan kemajuan dan perlindungan HAM. Penyusunan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM berupa Amandemen UUD
1945, peninjauan TAP MPR, UU dan ketentuan perundang-undangan yang lain. MPR
telah melakukan amandemen UUD 1945 yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002,
pasal-pasal yang terkait dengan HAM juga berkembang pada tiap-tiap
amandemennya. Berikut akan disampaikan tabel berkenaan dengan hak dan kewajiban
negara, dan hak dan kewajiban warga negara.
Hak warga negara
1.
Pekerjaan
dan penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat 2)
2.
Berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan (Pasal 28)
3.
Membentuk
keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28B ayat
1)
4.
hak
anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminsasi (Pasal 28 B ayat 2)
5.
mengembangkan
diri melelui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan dan memperoleh
manfaat dari IPTEK, seni dan budaya (Pasal 28C ayat 1)
6.
memajukan
dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarkat,
bangsa dan negaranya (Pasal 28C ayat 2)
7.
pengakuan,
jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum (Pasal 28D ayat 1)
8.
bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(Pasal 28D ayat 2)
9.
memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28D ayat 3)
10.
status
kewarganegaraan (Pasal 28D ayat 3)
11.
memeluk
agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali (Pasal 28E ayat 1)
12.
kebebasan
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya
(Pasal 28E ayat 2)
13.
kebebasan
berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E ayat 3)
14.
berkomunikasi
dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya,
serta berhak mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan
informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F)
15.
perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah
kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
(Pasal 28G, ayat 1)
16.
bebas
dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. (Pasal 28G, ayat 2)
17.
hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28H,
ayat 1).
18.
mendapat
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang
sama guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28H, ayat 2)
19.
jaminan
sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat (Pasal 28H, ayat 3).
20.
mempunyai
hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenang-wenang oleh siapa pun (Pasal 28H, ayat 4).
21.
hidup,
tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak,
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut (Pasal 28I, ayat 1).
22.
bebas
dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu
(Pasal 28I, ayat 2)
23.
identitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban (Pasal 28I, ayat 3).
24.
ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1)
25.
mendapat
pendidikan (Pasal 31, ayat 1)
Kewajiban warga
1.
menjunjung
hukum dan pemerintahan itu negara dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat 1)
2.
menghormati
hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara (Pasal 28J, ayat 1).
3.
tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis (Pasal 28J, ayat 2)
4.
ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (Pasal 30, ayat 1).
5.
Untuk
pertahanan dan keamanan negara melaksanakan sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta (Pasal 30, ayat 2).
6.
mengikuti
pendidikan dasar (Pasal 31, ayat 2) Tabel di atas mencoba memilahkan hak dan
kewajiban negara serta hak dan kewajiban warganegara dalam Pembukaan dan Batang
Tubuh UUD tahun 1945. Dari tabel di atas diketahui bahwa tidak ada pasal yang
berbicara khusus tentang hak negara, kewajiban negara berjumlah 16 ayat, hak
warga negara 25 ayat, dan kewajiban warga negara 6 ayat. Tabel di atas tidak
menunjukkan sisi yang implisit dari hak dan kewajiban, namun apa yang tertulis
secara eksplisit hak dan kewajiban dalam UUD 1945.
Di
dalam UUD 1945 tidak menyebutkan hak negara, namun apakah dalam kenyataannya
memang demikian? Tentu saja tidak. Meminjam teori keadilan Aristoteles, maka
ada keadilan yang distilahkannya sebagai keadilan legalis, yaitu keharusan
warga negara untuk taat kepada negara. Keharusan taat itulah yang menjadi hak
negara. Dalam kehidupan sehari-hari keadilan legalis ini selalu mengiringi
setiap langkah wara negara, mulai dari kewajiban membayar IMB, Listrik, PBB,
memiliki SIM, Pajak Kendaraan bermotor, mentaati aturan lalu lintas, dan
lain-lain.
0 Response to "Hak dan Kewajiban Warga Negara Menurut UUD 1945 "
Posting Komentar