Setiap
bangsa memiliki karakter dan identitasnya masing-masing. Apabila mendengar kata
Barat, tergambar masyarakat yang individualis, rasional, dan berteknologi maju.
Mendengar
kata Jepang tergambar masyarakat yang berteknologi tinggi namun tetap melaksanakan
tradisi ketimurannya. Bagaimana dengan Indonesia? Orang asing yang datang ke
Indonesia biasanya akan terkesan dengan keramahan dan kekayaan budaya kita.
Indonesia
adalah negara yang memiliki keunikan di banding negara yang lain. Indonesia
adalah negara yang memiliki pulau terbanyak di dunia, negara tropis yang hanya
mengenal musim hujan dan panas, negara yang memiliki suku, tradisi dan bahasa
terbanyak di dunia. Itulah keadaan Indonesia yang bisa menjadi ciri khas yang
membedakan dengan bangsa yang lain.
Salah
satu cara untuk memahami identitas suatu bangsa adalah dengan cara
membandingkan bangsa satu dengan bangsa yang lain dengan cara mencari sisi-sisi
umum yang ada pada bangsa itu. Pendekatan demikian dapat menghindarkan dari
sikap kabalisme, yaitu penekanan yang terlampau berlebihan pada keunikan serta
ekslusivitas yang esoterik, karena tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang
mutlak berbeda dengan bangsa lain (Darmaputra, 1988: 1). Pada bab ini akan
dibicarakan tentang pengertian identitas nasional, identitas nasional sebagai
karakter bangsa, proses berbangsa dan bernegara dan politik identitas.
Identitas
nasional (national identity) adalah
kepribadian nasional atau jati diri nasional yang dimiliki suatu bangsa yang
membedakan bangsa satu dengan bangsa yang lain (Tim Nasional Dosen Pendidikan
Kewarganegaraan, 2011: 66). Ada beberapa faktor yang menjadikan setiap bangsa
memiliki identitas yang berbeda-beda. Faktor-faktor tersebut adalah: keadaan
geografi, ekologi, demografi, sejarah, kebudayaan, dan watak masyarakat. Watak
masyarakat di negara yang secara geografis mempunyai wilayah daratan akan
berbeda dengan negara kepulauan.Keadaan alam sangat mempengaruhi watak
masyarakatnya.
Bangsa
Indonesia memiliki karakter khas dibanding bangsa lain yaitu keramahan dan
sopan santun. Keramahan tersebut tercermin dalam sikap mudah menerima kehadiran
orang lain. Orang yang datang dianggap sebagai tamu yang harus dihormati.
Sehingga banyak kalangan bangsa lain yang datang ke Indonesia merasakan kenyamanan
dan kehangatan tinggal di Indonesia.
Bangsa
Indonesia adalah bangsa agraris. Sebagaian besar penduduk Indonesia bermata
pencaharian sebagai petani. Sistem kemasyarakatan secara umum di sebagian besar
suku-suku di Indonesia adalah sistem Gemmeinschaaft
(paguyuban/masyarakat sosial/bersama). Suatu sistem kekerabatan dimana
masyarakat mempunyai ikatan emosional yang kuat dengan kelompoknya etnisnya.
Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan membuat perkumpulan-perkumpulan
apabila mereka berada di luar daerah, misalnya: Persatuan Mahasiswa Sulawesi,
Riau, Aceh, Kalimantan, Papua dan lain-lain di Yoggjakarta . Ikatan kelompok
ini akan menjadi lebih luas jika masyarakat Indonesia di luar negeri. Ikatan
emosional yang terbentuk bukan lagi ikatan kesukuan, tetapi ikatan kebangsaan.
Masyarakat
Indonesia jika berada di luar negeri biasanya mereka akan membuat organisasi
paguyuban Indonesia di mana mereka tinggal. Inilah ciri khas Bangsa Indonesia
yang bisa membangun identitas nasional. Nasional dalam hal ini adalah dalam
kontek bangsa (masyarakat), sedangkan dalam konteks bernegara, identitas
nasional bangsa Indonesia tercermin pada: bahasa nasional, bendera, lagu
kebangsaan, lambing negara gambar Garuda Pancasila dan lain-lain.
Identitas
Nasional dalam konteks bangsa (masyarakat Indonesia) cenderung mengacu pada
kebudayaan atau kharakter khas. Sedangkan identitas nasional dalam konteks
negara tercermin dalam sombol-simbol kenegaraan. Kedua unsur identitas ini
secara nyata terangkum dalam Pancasila. Pancasila dengan demikian merupakan
identitas nasional kita dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bangsa
Indonesia pada dasarnya adalah bangsa yang religius, humanis, menyukai
persatuan/kekeluargaan, suka bermusyawarah dan lebih mementingkan kepentingan
bersama. Itulah watak dasar bangsa Indonesia. Adapun apabila terjadi konflik
sosial dan tawuran di kalangan masyarakat, itu sesungguhnya tidak menggambarkan
keseluruhan watak bangsa Indonesia.
Secara
kuantitas, masyarakat yang rukun dan toleran jauh lebih banyak daripada yang
tidak rukun dan toleran. Kesadaran akan kenyataan bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang majemuk adalah sangat penting. Apabila kesadaran tersebut tidak
dimiliki, maka keragaman yang bisa menjadi potensi untuk maju justru bisa menjadi
masalah.
Keragaman
yang ada pada bangsa Indonesia semestinya tidak dilihat dalam konteks perbedaan
namun dalam konteks kesatuan. Analogi kesatuan itu dapat digambarkan seperti
tubuh manusia yang terdiri atas kepala, badan, tangan dan kaki, yang meskipun
masing-masing organ tersebut berbeda satu sama lain, namun keseluruhan organ
tersebut merupakan kesatuan utuh tubuh manusia. Itulah gambaran utuh kesatuan
bangsa Indonesia yang diikat dengan semboyan Bhinneka Tungkal Ika, meskipun
berbeda-beda namun tetap satu, sebagai dasar kehidupan bersama ditengah
kemajemukan.
Selain
faktor-faktor yang sudah menjadi bawaan sebagaimana disebut di atas, identitas
nasional Indonesia juga diikat atas dasar kesamaan nasib karena sama-sama
mengalami penderitaan yang sama ketika dijajah.
Kemajemukan
diikat oleh kehendak yang sama untuk meraih tujuan yang sama yaitu kemerdekaan.
Dengan demikian ada dua faktor penting dalam pembentukan identitas yaitu faktor
primordial dan faktor kondisional. Faktor primordial adalah faktor bawaan yang
bersifat alamiah yang melekat pada bangsa tersebut, seperti geografi, ekologi
dan demografi, sedangan faktor kondisional adalah keadaan yang mempengaruhi
terbentuknya identitas tersebut. Apabila bangsa Indonesia pada saat itu tidak
dijajah oleh Portugis, Belanda dan Jepang bisa jadi negara Indonesia tidak
seperti yang ada saat ini.
Identitas
nasional tidak bersifat statis namun dinamis. Selalu ada kekuatan tarik menarik
antara etnisitas dan globalitas. Etnisitas memiliki watak statis, mempertahankan
apa yang sudah ada secara turun temurun, selalu ada upaya fundamentalisasi dan
purifikasi, sedangkan globalitas memiliki watak dinamis, selalu berubah dan
membongkar hal-hal yang mapan, oleh karena itu, perlu kearifan dalam melihat
ini.
Globalitas
atau globalisasi adalah kenyataan yang tidak mungkin dibendung, sehingga sikap
arif sangat diperlukan dalam hal ini. Globalisasi itu tidak selalu negatif.
Kita bisa menikmati HP, komputer, transportasi dan teknologi canggih lainnya
adalah karena globalisasi, bahkan kita mengenal dan menganut enam agama (resmi
pemerintah) adalah proses globalisasi juga.
Sikap
kritis dan evaluatif diperlukan dalam menghadapi dua kekuatan itu. Baik etnis
maupun globalisasi mempunyai sisi positif dan negatif. Melalui proses dialog
dan dialektika diharapkan akan mengkonstruk ciri yang khas bagi identitas
nasional kita. Sebagai contoh adalah pandangan etnis seperti sikap (nrimo,
Jawa) yang artinya menerima apa adanya. Sikap nrimo secara negatif bisa
dipahami sikap yang pasif, tidak responsif bahkan malas. Sikap nrimo secara
positif bisa dipahami sebagai sikap yang tidak memburu nafsu, menerima setiap
hasil usaha keras yang sudah dilakukan. Sikap positif demikian sangat
bermanfaat untuk menjaga agar orang tidak stres karena keinginannya tidak
tercapai. Sikap nrimo justru diperlukan dalam kehidupan yang konsumtif
kapitalistik ini.
0 Response to "Pengertian Identitas Nasional "
Posting Komentar