Edukasippkn.com
- Dalam pasal 22 AB menyatakan bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili suatu
perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak lengkapnya, tidak jelasnya
undang-undang.
Dalam
UU pokok Kehakiman no 14 tahun 1970 hingga no 4 tahun 2004 bahwa pengadilan
tidak boelh menolak dan memeriksa untuk mengadili suatu perkara dengan alasan
dengan dalih tidak ada UU yang tidak jelas. Melainkan wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya.
Ketentuan
ini dimaksudkan agar masyarakat terjadi keadilan tidak ditinggalkan dengan
perselisihan-perselisihan yang tidak diselesaikan sehingga berada dalam
ketidakpastian hukum dan keadilan.
Macam-macam
metode penafsiran:
1. Metode Gramatikal
Bahwa
hukum mempunyai hubungan yang erat sekali. Bahasa merupakan alat satu-satunya
yang dipakai pembuat UU untuk menyatakan kehendaknya. Oleh karena itu pembuat UU
yang ingin menyatakan kehendaknya secara jelas harus memilih kata-katanya yang
tepat.
Peraturan
hukum hendaknya dirumuskan dengan singkat, jelas, dan tidak menimbulkan
pengertian yang beranekaragam akan tetapi pembuatan UU tidak selamanya dapat
membuatnya seperti itu dalam hal inilah hakim wajib mencari arti kata itu
menurut data sehari-hari dengan menggunakan kamus bahasa indonesia, meminta
ahli bahasa untuk mempelajari sejarah semua kata.
2. Penafsiran Sejarah
Penafsiran
sejarah dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Penafsiran sejarah
pembuatan UU
b. Penafsiran sejarah
menuntut sejarah hukum
Yang
dimaksud dengan penafsiran sejarah adalah pembuatan UU bisa dilihat dari perdebatan-perdebatan
DPR dalam membuat UU. Sedangkan, yang dimaksud dengan penafsiran sejarah hukum
adalah hukum dilihat hukum yang berlaku, mungkin dilihat UU yang lama apakah
masih cocok dengan yang sekarang.
3) Penafsiran
Sistematis
Penafsiran
sistematis adalah penafsiran yang menghubungkan pasal yang satu dengan pasal
yang lain. Didalam UU itu sendiri. Contoh pasal 330 KUH Perdata iu menyatakan
bahwa tidak cakap mencatat perjanjian antara lain orang yang belum dewasa.
Untuk mengetahui orang yang belum dewasa itu bisa dilihat dari pasal 330 KUH
Perdata (ternyata mereka yang belum genap berusia 21 tahun).
4) Penafsiran
Sosiologis
Penafsiran
yang disesuaikan dengan keadaan masyarakat sekarang ini yang disesuaikan dengan
tujuan atau memaksa pembuatan UU tersebut. Karena UU selalu ketinggalan
sehingga harus disesuaikan dengan perkembangan zaman.
5) Penafsiran secara
resmi atau Otentik
Penafsiran
ini adalah penafsiran yang dibuat oleh UU sendiri. Dapat dilihat di tambahan
lembaran negara.
6) Penafsiran
Perbandingan
Penafsiran
dengan cara membandingkan UU yang lama yang tidak berlaku lagi dengan UU yang
sekarang. Maksudnya mungkin masih ada unsur UU yang lama yang dimasukan kedalam
UU yang baru.
0 Response to "Macam-macam Metode Penafsiran Hukum"
Posting Komentar