Debat politik merupakan proses pendewasaan politik masyarakat
melalui tukar pikiran yang mengandung makna sebagai berikut:
a. Makna politis, bahwa debat politik harus dapat menjadi wahana pendidikan
politik masyarakat yang mengajarkan dan membentuk sikap serta perilaku politik
masyarakat semakin rasional, mau menerima perbedaan, dan berpartisipasi atas
dasar kesadaran bersama untuk membangun bangsa dan negara.
b. Makna sosiologis, bahwa debat politik harus mampu mewujudkan kehidupan masyarakat
yang semakin sadar akan hak dan kewajibannya, tanggung jawab moral, tertib
sosial serta membentuk perilaku politik yang santun, kooperatif, saling
menghormati dan tidak anarkis (merusak).
Pelaksanaan debat politik di masyarakat harus
memerhatikan rambu-rambu “etis” dan “normatif”. Etis atau etika, merupakan tata
laku dalam berpolitik yang harus memperhatikan nilai-nilai budaya, adat, dan
moral yang hidup dan dipertahankan oleh masyarakat, sedangkan normatif adalah
tata laku dalam berpolitik yang didasarkan pada aturan-aturan baku yang dibuat
oleh pemerintah untuk kepentingan bersama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Bila etika dan normatif dijadikan pedoman dalam
pelaksanaan debat politik di dalam masyarakat, hal ini akan menjadi cermin bagi
pendidikan politik masyarakat dalam berpolitik yang selalu mengedepankan
struktur dan aturan.
Dasar hukum pelaksanaan debat politik di masyarakat
adalah sebagai berikut :
a. UUD RI Tahun 1945 (Perubahan IV)
1) Pasal 28 yang menyebutkan, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan
pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
undang-undang”.
2) Pasal 28E Ayat 3 yang menyebutkan, “Setiap orang berhak atas kebebasan
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.
b. UU Nomor 9 Tahun 1998
Pasal 2 UU Nomor 9
Tahun 1998 adalah undang-undang tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di
muka umum, yang menyebutkan “Setiap warga negara, secara perorangan atau
kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab
berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”. Debat
politik merupakan proses pendewasaan politik masyarakat.
c. UU Nomor 39 Tahun 1999
Undang-undang Nomor
39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 24 Ayat 1 yang menyebutkan,
“Setiap orang berhak untuk berkumpul, berapat, dan berserikat untuk
maksud-maksud damai”. Hal ini diperkuat dengan Pasal 25 yang berbunyi, “Setiap
orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Aktivitas politik masyarakat melalui debat politik,
dapat membawa implikasi luas terhadap sikap, perilaku, dan isu-isu politik yang
berkembang di dalam masyarakat.
Manfaat debat politik bagi masyarakat antara lain
sebagai berikut:
a. Sebagai sarana pendidikan politik masyarakat.
b. Membiasakan diri menanggapi isu-isu/opini publik dengan rasional dan proporsional.
c. Tumbuh sikap kesadaran dan pengendalian diri dalam menerima perbedaan.
d. Memahami dinamika kehidupan politik yang mengacu pada the rule of law.
e. Menumbuhkan sikap yang mengedepankan kepentingan umum, bangsa, dan negara
di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Di negara-negara demokrasi pada umumnya pelaksanaan
debat politik adalah sesuatu hal yang familier (terbiasa/akrab). Hal ini dapat
dimengerti, karena debat politik selama ini hanya ada pada lingkungan
nasyarakat kampus dan cendekia, sedangkan pada masyarakat level bawah
(marginal) dan di pedesaan, debat politik relatif tidak pernah terjadi. Yang
terkadang muncul hanyalah sebatas obrolan nonformal dari wacana atau opini
publik yang berkembang pada saat itu dengan tema tidak fokus pada masalah
politik tertentu.
Mengikuti pendapat Alexis de Tocquiville, Democracy
in America, demokrasi adalah seperangkat nilai dan keyakinan yang terkandung
dalam pikiran warga negara mengenai kesetaraan hak-hak mereka dimaksud secara
implisit tak lain adalah kebudayaan maka demokrasi kita masih jauh dari
cita-cita itu.
Dalam pengertian itu, demokrasi yang kini kita
pahami masih demokrasi teknis, mekanistik, dan superfisial. Yang terjadi adalah
demokrasi sekadar tempelan nama, direduksi menjadi uang dan kursi, koalisi
pura-pura, slogan-slogan, janji-janji kosmetik, dan dominannya kepentingan
kelompok elite politik. Ditengarai ada dua wajah politik yang kontras dan
dominannya pluralisme budaya dalam kehidupan bangsa kita sebagai pencetus utama
fenomena ini.
0 Response to "Debat Politik"
Posting Komentar