Asas
kewarganegaraan adalah pedoman dasar bagi suatu negara untuk menentukan warga negara yang menjadi
warga negaranya. Setiap negara mempunyai kebebasan untuk menentukan asas kewarganegaraan
yang hendak dipergunakannya.
Di
negara Indonesia, asas kewarganegaraan ditegaskan dalam penjelasan umum
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, sebagai berikut:
1)
Asas
ius sanguinis (law of the blood)
adalah asas yang menentukankewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan,
bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2)
Asas
ius soli (law of the soil) secara
terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.
3)
Asas
kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
4)
Asas
kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang
ini.
Selain
asas-asas tersebut dalam menentukan kewarganegaraan dipergunakan dua stelsel
(sistem) kewarganegaraan, yaitu stelsel aktif dan stelsel pasif. Menurut
stelsel aktif, seseorang harus melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu
secara aktif untuk menjadi warga negara. Menurut stelsel pasif, orang dengan
sendirinya dianggap menjadi warga negara tanpa melakukan sesuatu tindakan hukum
tertentu. Berhubungan dengan kedua stelsel tersebut, harus dibedakan antara hak
opsi, yaitu hak untuk memilih sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel aktif) dan
hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak sesuatu kewarganegaraan (dalam stelsel
pasif). Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan
pada aspek perkawinan yang mencakup asas kesatuan hukum dan asas persamaan
derajat sebagai berikut:
1)
Asas
persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami istri adalah suatu ikatan yang
tidak terpecahkan sebagai inti dari masyarakat. Dalam menyelenggarakan
kehidupan bersama, suami istri perlu mencerminkan suatu kesatuan yang bulat termasuk
dalam masalah kewarganegaraan. Berdasarkan asas ini diusahakan status
kewarganegaraan suami dan istri adalah sama dan satu.
2)
Asas
persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan
status kewarganegaaraan. Suami dan istri memiliki hak yang sama untuk
menentukan kewarganegaraannya. Jadi, mereka dapat berbeda kewarganegaraan
seperti halnya ketika belum berkeluarga. Warga negara Indonesia yang ingin
tetap menjadi warga negara Indonesia setelah kawin dengan warga negara asing dapat
mengajukan surat pernyataan.
Negara
memiliki wewenang untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut
negara tersebut. Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu negara tidak
terikat oleh negara lain dalam menentukan kewarganegaraan. Negara lain juga
tidak boleh menentukan siapa saja yang menjadi warga negara dari suatu negara.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa asas yang digunakan oleh suatu negara
dalam menentukan kewarganegaraannya berbedabeda. Dengan adanya perbedaan dalam
menentukan kewarganegaraan di suatu negara tersebut dapat menimbulkan dua kemungkinan
status terhadap seseorang. Dua kemungkinan status seseorang tersebut seperti
berikut:
1)
Apatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan.
2)
Bipatride, yaitu istilah untuk orang-orang yang memiliki kewarganegaraan ganda
(rangkap dua).
Dua
kemungkinan status seseorang tersebut merupakan problem kewarganegaraan
Indonesia. Oleh karena itu, pada dasarnya Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006
tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan
(apatride). Undang-undang ini hanya memberikan pengecualian atas perolehan kewarganegaraan
ganda kepada anak-anak yang belum berusia 18 tahun dengan ketentuan sebagai
berikut:
1)
Anak
yang bersangkutan lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing.
2)
Anak
yang bersangkutan lahir dari perkawinan sah dari seorang ayah warga negara
asing dan ibu warga negara Indonesia.
3)
Anak
yang lahir di luar perkawinan sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui
oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu
dilakukan sebelum anak tersebut berusia delapan belas tahun atau belum kawin.
4)
Anak
yang bersangkutan lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
5)
Anak
yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan
sah, belum berusia 18 tahun dan belum kawin yang diakui secara sah oleh ayahnya
yang berkewarganegaraan asing.
Anak yang bersangkutan adalah warga negara Indonesia yang belum berusia lima tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan. Anak-anak yang memperoleh pengecualian kewarganegaraan ganda tersebut, setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Jadi jelaslah bahwa ketentuan tentang kewarganegaraan ganda dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2006 merupakan suatu pengecualian.
0 Response to "Asas dan Sistem Kewarganegaraan Indonesia"
Posting Komentar