Instrumen Hukum dan Peradilan Internasional HAM

Penegakan HAM dalam pergaulan internasional memperoleh perhatian yang sangat besar. Oleh karena itu, berbagai upaya penegakan HAM internasional terus dilakukan. Sebagai bukti adanya upaya penegakan HAM internasional adalah lahirnya berbagai instrumen hukum HAM internasional.

1. Instrumen HAM Internasional

Banyak pakar HAM yang berpendapat bahwa lahirnya gagasan terhadap jaminan hak asasi manusia dimulai dengan adanya perjanjian Magna Charta. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang meyakini bahwa jaminan HAM sesungguhnya telah tertampung sejak enam ratus tahun sebelumnya, tepatnya dengan lahirnya Piagam Madinah pada masa awal Islam. Bahkan, menurut al-Maududi, perlindungan yang terangkum dalam Piagam Madinah ini lebih komprehensif jika dibandingkan dengan konsep HAM dalam Magna Charta. Memang tidak bisa dimungkiri bahwa untuk mendapatkan pengakuan terhadap hak asasi manusia harus melalui perjalanan yang sangat panjang. Oleh karena itu, patut kita syukuri bahwa sekarang hak asasi manusia sudah diakui secara internasional. Dengan demikian, HAM dapat ditegakkan tanpa batas ruang dan waktu. Penegakan HAM secara internasional dapat didasarkan pada instrumen HAM internasional yang terdiri atas berbagai jenis dasar hukum seperti berikut:

a. Piagam Madinah

Pembicaraan tentang HAM dalam perspektif Islam tidak bisa dilepaskan dari konsep Piagam Madinah. Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa Nabi Muhammad saw. ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah untuk melindungi dan menjamin hak-hak sesama warga masyarakat tanpa melihat latar belakang, suku, ataupun perbedaan agama. Piagam Madinah atau Mitsaq al-Madinah yang dideklarasikan oleh Rasulullah pada tahun 622 M merupakan kesepakatan-kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku bagi masyarakat Madinah yang dipimpin oleh Nabi Muhammad saw.

Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur dalam Piagam Madinah, yaitu:
1) Semua pemeluk Islam adalah satu ummat, walaupun mereka berbeda suku bangsa.
2) Hubungan antara komunitas muslim dan non-muslim didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a)   Berinteraksi secara baik dengan sesama tetangga.
b)   Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama.
c)   Membela mereka yang teraniaya.
d)   Saling menasihati.
e)   Menghormati kebebasan beragama.

Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah otentik yang tidak diragukan keasliannya. Secara sosiologis, piagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban terhadap realitas sosial masyarakat Madinah pada saat itu. Secara umum, sebagaimana terbaca dalam naskah tersebut, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk Madinah. Walaupun mereka heterogen, kedudukan mereka adalah sama, masing-masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan melaksanakan aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi. Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela Madinah, tempat mereka bertempat tinggal.

Dengan demikian, Piagam Madinah menjadi alat legitimasi Nabi Muhammad saw. untuk menjadi pemimpin bukan saja bagi kaum muslim (Muhajirin dan Anshar), tetapi juga bagi seluruh penduduk Madinah. Secara substansial, piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik dan mengembangkan toleransi sosio-religius dan budaya seluas-luasnya. Piagam ini bersifat revolusioner karena mendobrak tradisi kesukuan orang-orang Arab pada saat itu. Tidak ada satu suku pun yang memiliki keistimewaan atau kelebihan dari suku yang lain. Jadi, dalam piagam tersebut sangat ditekankan asas kesamaan dan kesetaraan.

b. Declaration by United Nations (Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa)

Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (Declaration by United Nations) diterbitkan pada tanggal 1 Januari 1942. Pernyataan tentang HAM dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa ini tercermin dalam penggalan kalimat yang berbunyi ”bahwa kemenangan adalah penting untuk menjaga kehidupan, kebebasan, independensi dan kebebasan beragama, serta untuk mempertahankan hak asasi manusia dan keadilan”.

Berkaitan dengan hal tersebut Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt, memberikan pesan yang ditujukan kepada kongres tentang empat kebebasan (The Four Freedoms) yang diupayakan untuk dipertahankan di dalam perang. Empat kebebasan tersebut sebagai berikut:

1) Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech).
2) Kebebasan beragama (freedom of religion).
3) Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).
4) Kebebasan dari kekurangan (freedom from want).

c. Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal HAM)

Setelah Perang Dunia II selesai, PBB akhirnya dapat menghasilkan Universal Declaration of Human Rights (pernyataan umum HAM) pada tanggal 10 Desember 1948 yang terdiri atas tiga puluh pasal.

Pernyataan umum hak asasi manusia atau Deklarasi Universal HAM ini dipengaruhi oleh empat macam kebebasan yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Roosevelt. Adapun perincian HAM dalam Piagam HAM PBB sebagai berikut:

1) Hak kebebasan politik (pasal 2–21) berisi kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat.
2) Hak sosial (pasal 22–23) berisi antara lain kebebasan memperoleh pekerjaan.
3) Hak beristirahat dan hiburan (pasal 24).
4) Hak akan tingkatan dasar penghidupan yang cukup bagi penjagaan kesehatan dan keselamatan serta keluarganya.
5) Hak asasi pendidikan (pasal 26) antara lain berisi kebebasan memperoleh pendidikan.
6) Hak asasi dalam bidang kebudayaan (pasal 27).
7) Hak asasi menikmati kehidupan sosial dan internasional (pasal 28).
8) Kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dalam melaksanakan hak asasi (pasal 29–30).

Meskipun pernyataan HAM PBB tersebut bukan merupakan convention atau perjanjian yang harus ditaati oleh semua anggota PBB, semua anggota PBB secara moral berkewajiban untuk melaksanakan pernyataan itu. Sekalipun suatu negara berusaha untuk mengikuti pernyataan tersebut, pada kenyataan pelaksanaannya disesuaikan dengan kepentingan nasional tiap-tiap negara.

d. Traktat tentang Hak Asasi Manusia

Traktat memiliki kekuatan mengikat bagi negara-negara yang menjadi pesertanya. Ada beberapa traktat khusus yang sangat penting antara lain Konvensi mengenai Perlakuan dan Penghukuman Tak Manusiawi atau yang Merendahkan Martabat, Konvensi mengenai Hak-Hak Anak, Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras, Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Konvensi tentang Status Pengungsi, dan Konvensi mengenai Penyiksaan dan Kekejaman Lainnya.

Dalam rangka untuk memantau pelaksanaan beberapa traktat khusus tersebut, dibentuklah enam komisi di tiap negara peserta traktat. Komisi tersebut sebagai berikut:

1)   Committee on the Elimination of Discrimination Against Woman (Komisi Pengurangan Diskriminasi pada wanita). Komisi ini bertugas mengawasi pelaksanaan konvensi pengurangan semua bentuk diskriminasi.
2)   Committee Against Torture (Komisi antipenyiksaan). Komisi ini mengawasi pelaksanaan konvensi antipenyiksaan dan penahanan serta penghukuman yang kasar, tidak manusiawi, dan tidak menghiraukan lainnya.
3)   Committee on the Rights of Child (Komisi Hak Asasi Anak). Komisi ini mengawasi pelaksanaan konvensi hak asasi anak.
4)   Committee on Economic, Social and Cultural Rights (Komisi hak asasi ekonomi, sosial, dan budaya). Komisi ini mengawasi pelaksanaan perjanjian internasional hak asasi ekonomi sosial, dan budaya.
5)   Committee on the Elimination of Racial Discrimination (Komisi pengurangan diskriminasi rasial). Komisi ini mengawasi pelaksanaan perjanjian internasional pengurangan segala bentuk diskriminasi rasial.
6)   ICCPR Human Rights Committee (Komisi hak asasi manusia). Komisi ini mengawasi pelaksanaan perjanjian internasional hak-hak sipil dan politik.

e. Deklarasi Wina tentang Hak Asasi Manusia bagi NGO

Pada tahun 1993 dua tahun setelah bubarnya Uni Soviet, di Wina diadakan konferensi tentang hak asasi manusia untuk organisasiorganisasi nonpemerintah yang menghasilkan Deklarasi Winatentang HAM bagi NGO. Deklarasi ini menegaskan keuniversalan HAM dan keharusan penerapannya secara menyeluruh atas umat manusia tanpa memperhatikan perbedaan latar belakang budaya dan hukum setempat. Deklarasi ini juga menolak klaim nuansa perbedaan HAM antara satu masyarakat dan masyarakat yang lain.

0 Response to "Instrumen Hukum dan Peradilan Internasional HAM"

Posting Komentar