Budaya politik dalam kehidupan politik dan negara
memerlukan sikap yang menunjukkan dukungan serta kesetiaan warganya kepada
sistem politik dan kepada negara yang ada. Sikap ini harus dilandasi oleh nilai-nilai
yang telah berkembang dalam diri warga masyarakat itu, baik secara individual
maupun kelompok.
Berdasarkan sikap, nilai, informasi, dan kecakapan
politik yang dimiliki, Almond dan Verba menyatakan bahwa orientasi masyarakat
terhadap budaya politik dapat digolongkan menjadi tiga tipe, yaitu budaya
politik parokial, kaula, dan partisipan (1963: 22).
a.
Budaya politik parokial
Budaya politik parokial biasanya terdapat pada sistem
politik tradisional dan sederhana dengan ciri khas spesialisasi masih sangat
kecil. Dengan demikian, pelaku-pelaku politik belum memiliki pengkhususan
tugas. Masyarakat dengan budaya parokial tidak mengharapkan apa pun dari sistem
politik termasuk melakukan perubahan-perubahan.
Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat melekat pada masyarakat tradisional atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsur-unsur adat lebih banyak dipegang teguh daripada persoalan pembagian peran politik.
Selain itu, di Indonesia, unsur-unsur budaya lokal masih sangat melekat pada masyarakat tradisional atau masyarakat pedalaman. Pranata, tata nilai, dan unsur-unsur adat lebih banyak dipegang teguh daripada persoalan pembagian peran politik.
Pemimpin adat atau kepala suku yang nota bene adalah pemimpin politik, dapat
berfungsi pula sebagai pemimpin agama atau pemimpin sosial masyarakat bagi
kepentingankepentingan ekonomi.
b.
Budaya politik kaula
Budaya politik kaula/subjek memiliki frekuensi yang
tinggi terhadap sistem politiknya. Namun, perhatian dan intensitas orientasi
mereka terhadap aspek masukan dan partisipasinya dalam aspek keluaran sangat rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa telah adanya otoritas dari pemerintah. Posisi
kaula/subjek tidak ikut menentukan apa-apa terhadap perubahan politik.
Masyarakat beranggapan bahwa dirinya adalah subjek yang tidak berdaya untuk
memengaruhi atau mengubah sistem.
Dengan demikian, secara umum mereka menerima segala
keputusan dan kebijaksanaan yang diambil oleh pejabat yang berwenang dalam masyarakat.
Bahkan, rakyat memiliki keyakinan bahwa apa pun keputusan/kebijakan pejabat
adalah mutlak, tidak dapat diubah-ubah atau dikoreksi, apalagi ditentang.
Prinsip yang dipegang adalah mematuhi perintah, menerima, loyal, dan setia
terhadap anjuran, perintah, serta kebijakan penguasa. Latar belakang yang
menyebabkan timbulnya sikap-sikap seperti ini adalah sebagai akibat dari proses
kediktatoran/kolonialisme yang berkepanjangan.
c.
Budaya politik partisipan
Biasanya, masyarakat yang memiliki budaya politik partisipan
telah sadar bahwa betapapun kecilnya mereka dalam sistem politik, mereka tetap
memiliki arti bagi berlangsungnya sistem itu. Dalam budaya politik partisipan,
masyarakat tidak begitu saja menerima keputusan politik, karena dirinya merasa
sebagai anggota aktif dalam kehidupan politik telah memiliki hak dan tanggung
jawab.
Partisipasi masyarakat diarahkan kepada peranan pribadi sebagai aktivis masyarakat, meskipun sebenarnya dimungkinkan bagi mereka untuk menerima atau menolaknya.
Partisipasi masyarakat diarahkan kepada peranan pribadi sebagai aktivis masyarakat, meskipun sebenarnya dimungkinkan bagi mereka untuk menerima atau menolaknya.
0 Response to "Jenis Macam-Macam Tipe Budaya Politik"
Posting Komentar