Upaya Pemerintah Indonesia dalam Memberantas Korupsi

a. Era Orde Lama

Pada era Orde Lama upaya pemberantasan tindak pidana korupsi antara lain dilakukan dengan cara membentuk lembaga-lembaga pelaksana pemberantasan tindak pidana korupsi seperti berikut:

1) Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran)

Paran dibentuk berdasarkan undang-undang keadaan bahaya. Lembaga ini dipimpin oleh A.H. Nasution dengan dibantu oleh Mr. Muhammad Yamin dan Roeslan Abdoelgani. Paran merupakan lembaga antikorupsi. Sebagai upaya memberantas tindak korupsi, Paran saat itu membagikan formulir kepada para pejabat untuk diisi. Formulir tersebut harus diisi oleh para pejabat itu berdasarkan data-data mengenai mereka. Setelah itu, formulir harus dikembalikan kepada Paran. Dengan data-data mengenai para pejabat negara diharapkan dapat diketahui para pejabat yang telah melakukan tindak pidana korupsi. Akan tetapi, para pejabat yang terindikasikan korupsi justru tidak mengembalikan formulir tersebut kepada Paran. Mereka mengembalikan formulir kepada presiden. Akhirnya, Paran mengembalikan tugasnya kepada pemerintah yang saat itu dipegang oleh Kabinet Djuanda.

2) Operasi Budhi

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun 1963, pemerintah menunjuk kembali A.H. Nasution untuk membentuk sebuah lembaga antikorupsi. Lembaga itu disebut Operasi Budhi. Tugas lembaga ini adalah menyeret pelaku korupsi ke pengadilan dengan sasaran utama perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lain yang rawan korupsi. Setali tiga uang. Lembaga ini pun tidak berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik. Beberapa direktur perusahaan negara pergi ke luar negeri ketika akan diperiksa dan beberapa yang lain menolak dengan alasan tidak ada surat perintah dari atasan. Akhirnya, lembaga ini dibubarkan dan diganti menjadi Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar).

3) Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi (Kontrar)

Kontrar dipimpin oleh Presiden Soekarno dengan dibantu oleh Soebandrio dan Letnan Jenderal Ahmad Yani. Upaya Kontrar dalam memberantas korupsi juga tidak jauh berbeda dengan kedua lembaga yang telah dibentuk sebelumnya. Upaya-upaya pemerintah Orde Lama dalam memberantas korupsi di atas mendapat kritikan dari pemerintah Orde Baru. Akhirnya, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi era Orde Lama dilanjutkan oleh pemerintah Orde Baru.

b. Era Orde Baru

Pada era Orde Baru pemerintah juga membentuk lembaga-lembaga sebagai bentuk upaya memberantas tindak pidana korupsi. Lembaga-lembaga tersebut seperti berikut:

1) Tim Pemberantasan Korupsi (TPK)

Presiden Soeharto sebagai pemimpin Orde Baru kemudian membentuk lembaga pemberantas korupsi dengan nama Tim Pemberantasan Korupsi (TPK). Pembentukan lembaga ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967. Sebagai ketua TPK adalah jaksa agung. TPK ini tidak berhasil dengan baik dalam upayanya melakukan pemberantasan korupsi.

2) Komite Empat

Presiden Soeharto selanjutnya membentuk Komite Empat atau Komisi Empat. Pembentukan komisi dilakukan dengan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1970. Komite Empat terdiri atas Johannes, I.J. Kasimo, Mr. Wilopo, dan A. Tjokroaminoto. Tugas Komite Empat adalah membersihkan Departemen Agama, Bulog, CV Waringin, PT Mantrust, Telkom, danPertamina. Hasil kerja Komite Empat ternyata hanya diabaikan oleh pemerintah. Pada tahun 1971 Indonesia untuk pertama kalinya memiliki undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971.

3) Tim Operasi Tertib (Opstib)

Operasi Tertib dibentuk pada masa Laksamana Soedomo menjabat sebagai pangkopkamtib. Tugas Operasi Tertib adalah memberantas korupsi. Pencanangan Opstib berlanjut dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1977. Tugas lembaga ini terkendala dengan semakin menjamurnya para koruptor di negeri ini.

c. Era Reformasi

Memasuki era reformasi, upaya-upaya pemberantasan korupsi kembali dilakukan. Bentuk upaya Pemberantasan tindak pidana korupsi pada era reformasi meliputi berbagai hal seperti berikut :

1) Pembuatan Paket Peraturan Perundang-undangan Pemberantasan Korupsi

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi pada era reformasi dimulai dengan dikeluarkannya berbagai peraturan
perundang-undangan antikorupsi seperti berikut:

a)   Ketetapan MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan   Nepotisme. Ketetapan MPR ini merupakan amanah dari MPR kepada presiden untuk memberantas korupsi.
b)   Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang dikeluarkan oleh Presiden B.J. Habibie. Undang-undang itu tentang penyelenggaraan aparatur negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
c)   Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
d)   Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000 tentang Pembentukan Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Peraturan pemerintah ini dikeluarkan pada masa presiden Abdurrahman Wahid.
e)   Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2) Pembentukan Lembaga-Lembaga Pemberantasan Korupsi

Selain mengeluarkan seperangkat peraturan perundangundangan, pemerintah juga membentuk beberapa lembaga pemberantasan korupsi. Di antaranya sebagai berikut:

a)   Berbagai komisi atau badan baru yang dibentuk pada era pemerintahan Habibie seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan lembaga Ombudsman.
b)   Berbagai komisi yang dibentuk pada era pemerintahan Megawati Soekarnoputri seperti Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Komisi Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara, dan pembentukan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Tim Tastipikor di lingkungan Kejaksaan.
c)   Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dibentuk pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

3) Memasyarakatkan Kesadaran Antikorupsi

Memberantas korupsi merupakan salah satu agenda pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia bertekad untuk memberantas korupsi karena korupsi dipandang sebagai kejahatan serius yang telah menyengsarakan rakyat dan merusak moral bangsa. Sebagai wujud tekad pemerintah untuk memberantas tindak korupsi, pada tanggal 9 Desember 2004 pemerintah mencanangkan Gerakan Nasional PemberantasanKorupsi. Semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut juga sebagai sarana untuk memasyarakatkan kesadaran antikorupsi. Pemasyarakatan kesadaran antikorupsi juga dilakukan di sekolah-sekolah dalam bentuk pemasyarakatan kantin kejujuran yang digagas oleh KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi.

4. Lembaga Pemberantas Korupsi

Pembentukan lembaga pemberantasan korupsi didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam undang-undang ini antara lain ditegaskan sebagai berikut:

a.   Dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang untuk selanjutnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi yang biasa disingkat KPK. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa lembaga yang berwenang memberantas korupsi adalah KPK.
b.   KPK adalah lembaga negara yang dalam melaksanaan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
c.   KPK memiliki visi yang mulia, yaitu mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi. Berdasarkan visi itu kita dapat melihat keinginan KPK untuk segera memberantas masalah yang berkaitan dengan KKN. Misi yang diemban KPK sebagai penggerak perubahan untuk mewujudkan bangsa yang antikorupsi. Visi dan misi KPK itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan yang akan dicapai KPK.
d.   KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
e.   Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi. Upaya tersebut dilakukan dengan cara koordinasi, supervisi, monitoring, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-  undangan yang berlaku.
f.    Asas-asas yang digunakan oleh KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya adalah kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
g.   Tugas-tugas yang dijalankan oleh KPK antara lain:
1)   koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
2)   supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3)   melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
4)   melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5)   melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
h.   Wewenang KPK adalah:
1)   mengoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
2)   menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
3)   meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
4)   melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak korupsi; dan
5)   meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.

Itulah sekilas tentang KPK. Sampai saat ini KPK gigih berupaya memberantas tindak pidana korupsi. Sudah cukup banyak kasus korupsi yang ditangani oleh KPK. Beberapa di antaranya sebagai berikut:

a.   Kasus suap yang melibatkan Jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani. Artalyta Suryani yang dekat dengan salah satu penerima BLBI Syamsul Nursalim terbukti menyuap Jaksa Urip sebesar 660 ribu dolar AS. Pada kasus ini Jaksa Urip dihukum 20 tahun penjara oleh majelis hakim khusus tindak pidana korupsi. Selain itu, ia juga dipecat dari jabatannya selaku jaksa di lingkungan kejaksaan agung.
b.   Bupati Yapen Waropen, Provinsi Papua, DSB, terdakwa dalam kasus korupsi dana bagi hasil pajak bumi bangunan dan sumber daya alam dari pemerintah pusat. Dalam kasus ini, keuangan negara telah dirugikan sebesar Rp8,3 miliar. Berdasarkan berbagai bukti, pada tanggal 22 April 2009 Bupati Yapen Waropen divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

Korupsi memang bak penyakit kronis yang menjangkit negara Indonesia. Pemerintah dan KPK serta pihak-pihak yang berkompeten sudah berupaya sekuat tenaga untuk membasmi penyakit yang bernama korupsi. Akan tetapi, masih saja bermunculan banyak kasus korupsi di negara Indonesia. Misalnya, kasus korupsi di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Kenegaraan yang baru saja terungkap dengan salah satu tersangkanya Gayus Tambunan. Meskipun demikian, kita tidak boleh berputus asa. Kita harus yakin bahwa kita bisa membasminya. Sudah menjadi tanggung jawab kita sebagai warga negara Indonesia untuk turut berperan serta dalam upaya pemberantasan korupsi.

Kantin Kejujuran

Kantin Kejujuran adalah bentuk pembinaan masyarakat taat hukum melalui Gerakan Aksi Langsung Anti Korupsi Sejak Dini (GALAKSI). Kantin Kejujuran merupakan hasil kesepakatan bersama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Karang Taruna Nasional yang merupakan bagian integral dari proses pelaksanaan pemberantasan korupsi di tingkat pusat, provinsi hingga ke kabupaten/kota di Indonesia. Maksud pembentukan Kantin Kejujuran adalah untuk meningkatkan peran serta karang taruna dalam mendukung program Pembinaan Masyarakat Taat Hukum (Binmatkum). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pembinaan masyarakat taat hukum oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri kepada masyarakat.

Kantin Kejujuran diharapkan mampu menumbuhkan semangat kewirausahaan, kesadaran hukum, dan pembangunan moralitas khususnya penanaman sifat jujur sejak dini. Selain itu, juga mampu mengubah pola pikir, kesadaran moral generasi muda sehingga terjadi perubahan perilaku dari generasi yang korup menjadi generasi yang tidak korup. Adapun mekanisme Kantin Kejujuran sebagai berikut:

1. Kantin Kejujuran dapat dibentuk dari kantin yang telah ada atau membentuk kantin baru khusus Kantin Kejujuran.
2. Membuat daftar harga dari semua jenis makanan, minuman atau barang yang akan dijual.
3. Menyediakan tempat/kotak uang untuk pembayaran dan pengembalian uang dari barang yang telah dibeli.

0 Response to "Upaya Pemerintah Indonesia dalam Memberantas Korupsi"

Posting Komentar